'Ali Al-Khawwas mengatakan yang artinya sebagai berikut:
"Lailatul qadar adalah setiap malam di mana manusia mendekatkan diri kepada Allah. Inilah dasar pendapat orang yang mengatakan lailatul qadar ada di setiap bulan. Saudaraku, Syeikh Afdhaluddin menceritakan bahwa ia melihat lailatul qadar pada bulan Rabiul Awwal dan Rajab. Karena itu, maksud ayat 'Inna Anzalnahu fi Lailatul Qadr' adalah malam pendekatan. Setiap malam yang bisa mendekatkan (hamba kepada Tuhan) adalah lailatul qadar."
Pendapat ini pun diperkuat dengan Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim yang menyebutkan bahwa momen mendekatkan diri dengan Sang Pencipta juga bisa terjadi di malam-malam lain di luar Ramadan.
"Rahmat Allah turun tiap malam ke dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, akan Kukabulkan; siapa yang meminta kepada-Ku, akan Kuberi; siapa yang mohon ampun kepada-Ku, akan Ku ampuni," (HR Bukhari dan Muslim).
Dari kedua argumen di atas, perbedaan pendapat terletak pada pendefinisian Lailatul Qadar itu sendiri. Bila Lailatul Qadar dimaknakan sebagai malam mendekatkan diri maka itu bisa terjadi di malam-malam apapun di luar Bulan Ramadan karena Allah SWT selalu membuka pintu rahmatNya.
Adapun untuk definisi Lailatul Qadar sebagai malam yang paling mulia dibandingkan dengan seribu bulan maka seperti yang dipahami oleh kebanyakan orang, kemungkinan besar hanya terjadi pada Bulan Ramadan saja meski demikian kapan pastinya Lailatul Qadar terjadi tiada satupun manusia yang mengetahuinya.