Suara.com - Eskalasi suhu politik Indonesia usai perhitungan suara Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden 2019 semakin memanas. Terlebih ketika pendukung salah satu kandidat Presiden menggelar aksi di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu, lantaran menilai terdapat kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu di sejumlah daerah.
Diemas Kresna, praktisi komunikasi digital dari Indonesianis menilai, kian panasnya suhu politik dalam negeri dalam beberapa waktu terakhir tak lepas dari masifnya aktivasi komunikasi (kampanye) yang dilakukan dua kubu pendukung dalam rangka memenangkan perang pembentukan opini di ranah digital.
Yang disayangkan, tak jarang kedua kubu kerap menggoreng isu serta informasi-informasi yang tak valid atau hoaks sebagai konten kampanyenya.
"Yang jadi problem adalah habit dan behaviour dari sejumlah masyarakat kita yang tidak skeptis dalam mengonsumsi serta mengolah informasi (konten) yang ada di media massa dan media sosial. Hingga akhirnya mereka secara tidak sadar telah masuk dalam agenda setting dan propaganda yang dibuat," ujar Diemas di Jakarta, Selasa (21/5) kemarin.
Baca Juga: Suku Baduy Jadi Korban Hoaks People Power Aksi 22 Mei
Selain dua faktor di atas, Diemas menuturkan, katalis yang turut menjadikan panasnya suhu politik hingga berujung pada adanya polarisasi di masyarakat adalah lambannya upaya mitigasi serta penindakan yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Meski dampak negatif dari penyebaran hoaks sudah jauh berkurang dibandingkan Pemilu 2014 cetusnya, namun upaya edukasi penggunaan media sosial serta penindakan yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika masih dirasa belum efektif dan optimal.
"Untuk itu, kedepannya kampanye sehat mengenai aktivasi media sosial harus masif dilakukan, sekaligus pemerintah harus tegas menindak produsen besar hoaks. Jadi bukan hanya penyebar yang berasal dari kalangan masyarakat saja yang ditindak, karena mereka sebenarnya hanya merupakan korban," imbuhnya.
Upaya Mitigasi
Menyusul fenomena polarisasi yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir, Diemas mengimbau agar masyarakat pengguna media digital dapat lebih dewasa serta mengedepankan kepentingan nasional ketimbang ego pribadi dan kelompok.
Baca Juga: Sadar Termakan Hoaks, 22 Warga Banjarmasin Urungkan Niat Ikut Aksi 22 Mei
Ini dimaksudkan agar kerukunan dalam berbangsa dan bernegara bisa terus berjalan, pasca panasnya suhu politik di Indonesia.