Ini Kronologi Sengketa Lahan Calon Stadion Baru untuk Persija Versi PT BPH

Senin, 20 Mei 2019 | 15:49 WIB
Ini Kronologi Sengketa Lahan Calon Stadion Baru untuk Persija Versi PT BPH
Layout Jakarta International Soccer Stadium alias Stadion BMW. [Instagram @bmw_stadium]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mimpi Persija Jakarta untuk mempunyai stadion baru sebagai markas kandangnya sepertinya harus tersendat. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta baru-baru ini memenangkan gugatan PT Buana Permata Hijau (PT Buana) atas sengketa lahan eks Taman BMW di Kelurahan Papanggo, Jakarta Utara.

Majelis Hakim PTUN mengabulkan gugatan PT Buana Permata Hijau atas sengketa penerbitan dua Sertifikat Hak Pakai (SHP) oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dengan Nomor 314 dan 315 di Kelurahan Papanggo atas nama Pemerintah RI Cq. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diterbitkan pada pada 18 Agustus 2017 silam.

Namun, Gubernur DKI Jakarta mengklaim persoalan sengketa lahan Stadion BMW yang dimenangkan oleh PT Buana Permata Hijau di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah dua perkara yang berbeda.

"Yang baru diputuskan adalah yang di PTUN. Jadi proses administrasinya yang digugat oleh PT Buana, tapi materinya adalah sah milik kami dan itu diputuskan di Pengadilan Negeri. Jadi pengadilan negeri sudah memutuskan," kata Anies di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (15/5/2019) lalu.

Karenanya, Anies yakin pembangunan stadion baru untuk klub Persija Jakarta akan terus berlangsung di Taman BMW, Jakarta Utara.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ikut mengarak rombongan skuat Persija Jakarta yang menjuarai Liga 1 2018 berkeliling kota, seusai menggelar penyambutan mereka dan Jakmania di halaman Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Sabtu (15/12/2018). [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ikut mengarak rombongan skuat Persija Jakarta yang menjuarai Liga 1 2018 berkeliling kota, seusai menggelar penyambutan mereka dan Jakmania di halaman Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Sabtu (15/12/2018). [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]

Menanggapi hal tersebut, Kuasa hukum PT Buana Permata Hijau (BPH) Damianus Renjaan mengaku bingung dengan pernyataan Anies.

Damianus kemudian menuturkan kronologi kepemilikan serta sengketa lahan di Jakarta Utara yang akan dibangun stadion sepak bola untuk klub asal Jakarta:

1974: PT Sri Domes membebaskan lahan Taman BMW dari penggarap.

1984: PT Sri Domes menyerahkan hak garap seluas 69.472 meter persegi ke PT Buana Permata Hijau.

Baca Juga: Pansus Cawagub DKI Targetkan Anies Punya Pendamping Agustus 2019

1985: Terbit surat rekomendasi Camat Tanjung Priok Nomor 91/1.711.1/1985 tanggal 6 Mei 1985.

1994: Lahan Taman BMW dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 03/Cons/1994/PN.JKT.UT tanggal 8 Juli 1994 berdasarkan Surat Gubernur DKI Jakarta Nomor 3698/073.3, tanggal 19 September 1991 dengan masa berlaku SK enam bulan. Konsinyasi adalah upaya ganti rugi tanah untuk kepentingan umum dengan menitipkan uang ke pengadilan jika pemiliknya tak diketahui atau tak mau.

2007: PT Agung Podomoro mewakili tujuh pengembang menyerahkan tanah seluas 265.000 meter persegi ke Pemprov DKI. Penyerahan itu tertuang dalam berita acara serah terima (BAST). Pasal 4 Ayat (2) BAST menyebut yang wajib mengurus dan menyelesaikan sertipikat menjadi atas nama Pemda DKI yakni PT Agung Podomoro.

2014: Pada 17 Mei PT Buana Permata Hijau baru mengetahui sebagian tanahnya telah diterbitkan sertifkat hak pakai nomor 250/Kelurahan Papanggo dan sertifikat hak pakai nomor 251/Kelurahan Papanggo atas nama Pemprov DKI. Luasnya 107.956 meter persegi. Sertifikat diterbitkan berdasarkan BAST PT Agung Podomoro.

2014: PT Buana Permata Hijau mengajukan gugatan pembatalan sertifikat pada 18 Juli ke PTUN.

2015: PTUN Jakarta mengabulkan gugatan PT Buana Permata Hijau dan membatalkan kedua sertifikat yang diterbitkan BPN itu karena dasar penerbitannya cacat hukum. Dasar konsinyasi, selain sudah kedaluwarsa, juga dipertanyakan sebab dananya berasal dari PT Agung Podomoro yang tidak dilengkapi dengan bukti setor ke kas daerah. Selain itu sertifikat tidak dilengkapi dokumen. Luasannya juga berbeda antara BAST dengan sertifikat.

2015: Pemprov DKI mengajukan banding atas putusan tersebut dan menang. Pemprov DKI juga menang di tingkat kasasi.

2017: PT Buana Permata Hijau menggugat perdata Badan Pengawas Pelaksanaan Pengembangan Lingkungan (BP3L) Sunter DKI selaku pihak yang melakukan konsinyasi tahun 1994. Gugatan PT BPH dikabulkan sebagian berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 304/PDT.G/2017/PN.JKT.UTR. Putusan ini berlaku tetap.

2017: Terbit sertifikat Nomor 314 dan 315 atas Taman BMW dengan luas 95.455 meter persegi.

2017: PT Buana Permata Hijau digusur dari Taman BMW

2018: Pemprov DKI dan PT Agung Podomoro mengajukan gugatan perlawanan atas Putusan 304 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang terdaftar dengan nomor perkara 202/PDT.G/2018/PN.JKT.UTR. PN Jakarta Utara memutus perkara tersebut dengan amar putusan antara lain menyatakan Pemdan DKI sebagai pemegang hak atas tanah sesuai sertipikat 250 dan 251, sedangkan tuntutan agar Putusan Nomor 304 dibatalkan, ditolak majelis hakim. Saat ini, perkara dalam proses banding.

2018: PT Buana Permata Hijau mengajukan gugatan ke PTUN atas penerbitan sertifikat 314 dan 315. Gugatan terdaftar sebagai perkara Nomor 282/G/2018/PTUN-JKT. BPN digugat sebagai tergugat I dan Pemprov DKI sebagai tergugat II.

2019: PT Buana Permata Hijau dimenangkan dalam gugatan itu. Pemprov DKI mengajukan banding intervensi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI