Yusril: Peserta Pilpres Tak Bisa Menyatakan Kecurangan Secara Sepihak

Senin, 20 Mei 2019 | 13:14 WIB
Yusril: Peserta Pilpres Tak Bisa Menyatakan Kecurangan Secara Sepihak
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra bersama dengan Prof Zain Badjeber memenuhi undangan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guru Besar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyebut wacana gerakan People Power muncul karena ada anggapan Pilpres 2019 berjalan secara curang. Kecurangan itu kata Yusril, dilakukan secara Terstruktur, Sistematik, dan Massif (TSM) yang dilakukan KPU untuk memenangkan pasangan petahana Jokowi -Ma'ruf.

"Kecurangan itu dianggap dilakukan secara TSM yang melibatkan aparat negara dan penyelenggara Pemilu untuk memenangkan Pasangan Calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan mengalahkan pasangan lainnya yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno," ujar Yusril dalam tulisan berjudul People Power Akhirnya Akan Mencari Legitimasi Konstitusional seperti dikutip Suara.com, Senin (20/5/2019).

Terkait perhitungan cepat (Quick Count) maupun perhitungan nyata (Real Count) yang dilakukan KPU, pasangan Jokowi - Ma’ruf Amin unggul sekitar 10-11 persen dari pasangan Prabowo - Sandiaga.

Meski demikian, Yusril menegaskan hasil final penghitungan suara baru akan disampaikan KPU pada Rabu 22 Mei 2019 mendatang. Sehingga tidak ada lembaga atau pihak mana pun yang berwenang atau mengklaim kemenangan.

Baca Juga: Situng KPU Sudah 90 Persen, Prabowo Tertinggal 15,66 Juta Suara dari Jokowi

"Mahkamah Konstitusi pun hanya berwenang untuk memutuskan sengketa perhitungan suara dalam Pilpres. Setelah MK memutuskan masing-masing pasangan dapat suara berapa, maka tindak-lanjut atas Putusan MK itu harus dituangkan dalam Keputusan KPU," ucap Yusril.

Gedung KPU  [suara.com/Handita Fajaresta]
Gedung KPU [suara.com/Handita Fajaresta]

Keputusan KPU yang akan disampaikan pada 22 Mei nanti bisa dijadikan dasar oleh MPR untuk menyelenggarakan sidang untuk melantik dan mendengarkan pengucapan sumpah jabatan Presiden sesuai ketentuan UUD 1945.

Tanpa keputusan KPU tentang siapa yang memenangkan Pilpres, MPR, kata dia, tidak dapat mengadakan sidang untuk melantik dan mendengar pengucapan sumpah Presiden.

"Tanpa melalui semua proses ini, siapapun yang mengaku dirinya atau didaulat oleh sejumlah orang menjadi Presiden RI, maka apa yang dilakukan itu secara hukum tatanegara adalah inkonstitusional, dan secara hukum pidana adalah kejahatan terhadap keamanan negara," kata dia.

Ketua Umum PBB itu kemudian menuturkan jika penyelenggaraan Pilpres 2019 ini salah satu pasangan calon Presiden dan para pendukungnya berpendapat telah terjadi kecurangan, maka kecurangan itu tidak dapat dinyatakan secara a priori sebagai sebuah kebenaran.

Baca Juga: Situng KPU 90,71 Persen: Jokowi Unggul 15,67 Juta Suara atas Prabowo

Tuduhan kecurangan itu kata dia, wajib dibuktikan secara fair, jujur dan adil melalui sebuah proses hukum.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI