3.000 Jihadis Dikhawatirkan Akan Tunggangi Aksi 22 Mei 2019, Waspada!

Iwan Supriyatna Suara.Com
Sabtu, 18 Mei 2019 | 11:40 WIB
3.000 Jihadis Dikhawatirkan Akan Tunggangi Aksi 22 Mei 2019, Waspada!
Ilustrasi terorisme. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aksi 22 Mei 2019 mendatang disebut-sebut bisa memancing pergerakan aksi terorisme. Bertepatan pada tanggal itu pula, diumumkan hasil pemilihan kepala negara.

Dilansir dari South China Morning Post, meski para teroris yang diduga terdiri dari orang-orang dengan pengalaman pertempuran di Suriah telah diamankan pihak kepolisian Indonesia, namun teroris lainnya masih memantau.

Teroris yang diamankan kepolisian Indonesia diduga adalah anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terkait dengan Negara Islam, yang bertanggung jawab atas serangkaian serangan teror di seluruh Indonesia selama empat tahun terakhir.

Terbaru, kepolisian Indonesia kembali menangkap terduga teroris yang rencananya akan melakukan aksi terorisme pada saat pengumuman kepala negara terpilih.

Baca Juga: Wiranto: Pangdam dan Kapolda Ajak Masyarakat Tak ke Jakarta pada 22 Mei

Teroris DY yang disebut polisi mau beraksi saat tanggal 22 Mei 2019. [dok.polisi]
Teroris DY yang disebut polisi mau beraksi di aksi 22 Mei 2019. [dok.polisi]

Momentum itu dipilih para teroris untuk memanfaatkan panasnya tensi politik akibat tak terimanya Prabowo Subianto atas kemenangan Joko Widodo.

Para pengamat mengatakan, para teroris ingin memanfaatkan atmosfer yang bergolak ini untuk tujuan mereka sendiri, dan memanfaatkan tanda-tanda kekacauan untuk melakukan serangan.

"Narasi yang intens dari para elit politik untuk mendelegitimasi proses pemilihan 2019 dan hasil melalui tipuan dan informasi yang salah telah melahirkan hot spot berbahaya yang telah membangkitkan sel-sel teroris yang tertidur," kata Setara Institute, sebuah organisasi hak asasi manusia, dalam sebuah pernyataannya.

"Penangkapan tersangka anggota JAD yang dituduh merencanakan serangan semakin menguatkan anggapan bahwa kelompok-kelompok teroris akan mengendarai suasana panas pemilu 2019 untuk kepentingan politik mereka sendiri," tambahnya.

Pekan lalu, Densus 88 pasukan anti terorisme kepolisian Indonesia, menemukan dua bom rakitan yang mengandung bahan triacetone triperoxide yang sangat eksplosif ketika dilakukan penggerebekan sebuah toko telepon seluler di Bekasi.

Baca Juga: Kedubes AS di Indonesia Keluarkan Peringatan Waspada Teroris pada 22 Mei

Polisi Olah TKP gerai ponsel di Bekasi terkait penemuan bom rakitan, (Yaqub)
Polisi Olah TKP gerai ponsel di Bekasi terkait penemuan bom rakitan, (Yaqub)

Pemilik toko, EY alias Rafli, telah ditangkap karena dicurigai sebagai anggota JAD dan membuat bom sendiri menggunakan keterampilan yang dia pelajari dari internet.

Indonesia yang merupakan negara mayoritas muslim terbesar di dunia, telah mengalami sejumlah serangan teror besar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok militan yang memiliki hubungan dengan jaringan jihad global seperti Al-Qaeda dan ISIS selama dua dekade terakhir, termasuk bom gereja Surabaya tahun 2018 di Surabaya dan bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang.

"Diperkirakan ada 3.000 jihadis di Indonesia. Mereka sedang menonton dan menunggu kekacauan. Yang merupakan momen di mana mereka akan menyerang," kata Sofyan Tsauri, mantan anggota Al-Qaeda Asia Tenggara.

Mantan Teroris dari Jaringan Al Qaeda, Sofyan Tsauri, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017). [Suara.com/Nikolaus Tolen]
Mantan Teroris dari Jaringan Al Qaeda, Sofyan Tsauri, di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (3/6/2017). [Suara.com/Nikolaus Tolen]

"Sebagai mantan jihadis, aku bisa bilang aku khawatir," Sofyan menambahkan.

Robi Sugara, seorang analis kontraterorisme di Universitas Islam Syarif Hidayatullah mengatakan, setiap kelompok teroris yang ia ajak bicara ingin konflik itu terjadi di Indonesia, karena itu akan membuka pintu jihad.

“Masalah kekacauan dalam pemilihan ini menarik bagi (kelompok teroris) hanya dengan konflik mereka dapat bertaruh untuk membangun sistem (pemerintahan) yang mereka inginkan. Tidak mungkin mencapainya dengan demokrasi,” tambahnya.

Kelompok-kelompok militan Indonesia telah lama berjuang untuk pembentukan kekhalifahan, menolak negara-negara bangsa modern dan sistem pemerintahan demokratis negara yang dinilai merupakan produk buatan bangsa Barat.

Analis terorisme independen Hasibullah Satrawi memaparkan, bahwa hanya melalui perang dan konflik ISIS berhasil mendirikan kekhalifahannya di Irak dan Suriah.

"ISIS tidak mungkin mendirikan pangkalan ketika ada perdamaian di Suriah dan Irak," katanya.

“Demikian juga, militan di Indonesia membutuhkan konflik karena akan memberi mereka ruang untuk beroperasi. Pada saat konflik, akan ada kekosongan keamanan, pemerintahan dan otoritas. [Militan] suka konflik."

Seruan dari kubu Prabowo dan tokoh oposisi seperti Amien Rais seolah menambah bahan bakar menurut Hasibullah.

Amien Rais. (Suara.com/Sri Handayani)
Amien Rais. (Suara.com/Sri Handayani)

"Seruan people power menggerakan para militan dan juga membuat mereka bahagia karena mereka merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam memerangi pemerintah dan pasukan keamanan," katanya.

Juru bicara Prabowo, Irawan Ronodipuro mengatakan, orang tidak akan turun ke jalan jika pemerintah menunjuk tim ahli forensik komputer untuk melakukan penyelidikan mendalam terhadap dugaan penipuan pemilu.

Badan Pengawas Pemilu Indonesia pada hari Kamis mengeluarkan pernyataan yang mengatakan komisi pemilihan umum salah memasukan data selama proses penghitungan suara, meskipun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

"Jika mereka berhenti mengkriminalkan orang tak bersalah dan setuju untuk bersama-sama menunjuk tim ahli IT forensik untuk melakukan penyelidikan yang komprehensif dan menyeluruh, maka kami yakin orang-orang akan menghargai itu dan menahan diri dari demonstrasi jalanan lebih lanjut," kata Irawan.

Beberapa kubu Prabowo yang menyerukan protes dan demonstrasi telah ditahan dan diproses hukum. Selain itu, ada juga seorang pria berusia 25 tahun yang melakukan ancaman kepada Joko Widodo (Jokowi) dan tak berapa lama kemudian diamankan pihak kepolisian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI