Akibat Pergaulan Bebas, Anak-anak Pengungsi Gempa Palu Marak Nikah Dini

Reza Gunadha Suara.Com
Jum'at, 17 Mei 2019 | 15:56 WIB
Akibat Pergaulan Bebas, Anak-anak Pengungsi Gempa Palu Marak Nikah Dini
ILUSTRASI- Tenda pengungsian gempa Palu. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu, Sulawesi Tengah, menemukan anak-anak pengungsi di bawah umur korban bencana gempa, tsunami dan likuefaksi yang terpaksa dinikahkan.

Kepala DP3A Kota Palu Irmayanti Pettalolo menduga kuat, pernikahan dini yang meningkat pascaanak-anak pengungsi di bawah umur tersebut menempati selter atau tenda pengungsian maupun hunian sementara (huntara), adalah akibat pergaulan bebas.

"Situasi sekarang perkawinan anak meningkat. Ada beberapa anak-anak yang harus dinikahkan karena kondisi pada waktu pascabencana," katanya di depan Wali Kota Palu Hidayat saat berdialog dengan perwakilan Organisasi Dana Anak-anak Dunia (UNICEF) di ruang kerja Wali Kota Palu Kantor Wali Kota Palu, Kamis (16/5/2019).

Namun, dia tidak merinci jumlah anak-anak di bawah umur yang dinikahkan tersebut. Irmayanti juga tidak ingin mengungkap identitas mereka mengingat usianya yang masih di bawah umur.

Baca Juga: Mimpi Jadi Nyata, Bocah Korban Gempa Palu Akhirnya Bertemu Riyad Mahrez

"Kontrol orang tua yang hidup di tenda-tenda ini tidak seperti biasanya saat tinggal di rumah jadi mereka tidak bisa mengetahui anaknya keluyuran ke mana. Ada beberapa selter itu tempat yang anak-anak itu dinikahkan di bawah umur. Anak-anak usia SMP,"ujarnya seperti diberitakan Antara.

Menurutnya, peran serta pihak-pihak yang terkait yang bergerak dalam perlindungan perempuan dan anak, baik dari pemerintah maupun nonpemerintah seperti UNICEF sangat penting untuk mengatasi persoalan tersebut.

Sementara itu, Wali Kota Palu Hidayat dalam pertemuan tersebut mengemukakan jika percepatan pembangunan dan penyelesaian hunian tetap (huntap) sangat penting dilakukan.

Dia yakin huntap menjadi solusi terbaik untuk mengatasi persoalan tersebut. Sebab, hidup di tenda pengungsian selama delapan bulan lamanya dan di huntara dalam beberapa bulan ke depan, menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial bagi anak-anak dan perempuan.

"Saya berjuang agar mereka cepat dapat huntap. Kalau begini ini anak-anak dan perempuan yang sangat rentan. Boleh dibilang saya ini mengemis huntap baik kepada lembaga, yayasan atau organisasi nonpemerintah dan pemerintah," ujarnya.

Baca Juga: Duh... Pengungsi Perempuan Korban Gempa Palu Terancam Diperkosa di Tenda

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI