Pemerintah Hanya Butuh Rp 30,6 Triliun dari APBN untuk Pemindahan Ibu Kota

Kamis, 16 Mei 2019 | 14:43 WIB
Pemerintah Hanya Butuh Rp 30,6 Triliun dari APBN untuk Pemindahan Ibu Kota
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. [Suara.com/Stephanus Aranditio]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro memastikan pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa tidak akan menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah akan mengandalkan skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Bambang menerangkan, dari empat komponen pembiayaan pembangunan ibu kota baru hanya tiga bangunan di fungsi utama yang menggunakan APBN sebesar Rp 30,6 triliun, yakni untuk membangun Istana Negara, markas Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia.

"APBN yang dibutuhkan itu kira-kira Rp 30,6 triliun, dari Rp 30,6 triliun pun itu bukan APBN satu tahun, ini 5 tahun lah misalkan," ujar Bambang di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2019).

"Berarti kalau dibagi 5 itu, Rp 6 triliun butuhnya (setiap tahun), APBN kita yang diajukan untuk tahun 2020 hampir Rp 2500 triliun," Bambang menambahkan.

Baca Juga: Bambang Soesatyo : Pemindahan Ibu Kota Perlu Dikaji

Ia kemudian memastikan biaya pemindahan ibu kota tidak akan mengganggu anggaran prioritas pembangunan lainnya di APBN.

"Jadi ini makai Rp 6 triliun setahun, Rp 6 triliun itu pun tidak 100 persen mengambil dari rupiah murni atau tidak mengganggu prioritas kementerian lembaga lain," tegas Bambang.

Estimasi Cost Project dan Pembiayaan Fisik Ibu Kota Negara, kata Bambang, terbagi atas empat komponen, yakni fungsi utama, fungsi pendukung, fungsi penunjang, dan pengadaan lahan.

Presiden Joko Widodo berjalan di kawasan hutan saat meninjau salah satu lokasi calon ibu kota negara di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Rabu (8/5). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Presiden Joko Widodo berjalan di kawasan hutan saat meninjau salah satu lokasi calon ibu kota negara di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Rabu (8/5). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

Pertama, fungsi utama seperti gedung legislatif, eksekutif, yudikatif sebesar Rp 32,7 triliun diestimasikan menggunakan Skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Availability Payment, kecuali pembangunan Istana Negara dan markas Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik Indonesia yang menggunakan APBN, Termasuk PNBP-Earmark/Manajemen Aset.

Kedua, fungsi pendukung seperti Rumah Dinas, Sarana Kesehatan, Lembaga Pemasyarakatan juga menggunakan Skema KPBU Availability Payment, sementara Sarana Pendidikan (Perguruan Tinggi) dan sarana kesehatan sebesar Rp 265,1 triliun dapat bekerjasama dengan swasta dengan menggunakan skema kerja sama pemanfaatan.

Baca Juga: DPR Siap Rampungkan Regulasi Pemindahan Ibu Kota pada 2020

Ketiga, fungsi penunjang yang terdiri atas sarana dan prasarana seperti jalan, listrik, telekomunikasi, air minum, drainase, pengolah limbah, hingga sarana olahraga akan memakam biaya sebesar Rp 160,2 triliun dengan menggunakan Skema KPBU Availability Payment, sementara penyediaan ruang terbuka hijau menggunakan APBN Termasuk PNBP-Earmark/Manajemen Aset.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI