Kelompok hak asasi Indonesia secara luas mengutuk penangkapan Robet.
"Ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berekspresi, jelas menciptakan iklim ketakutan dalam demokrasi kita," kata Maidina Rahmawati, seorang peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform yang bermarkas di Jakarta kepada ABC.
"Dua dakwaan ini tidak dapat dibuktikan dalam kasus Robet."
Direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut kasus itu sebagai "Upaya terang-terangan dan menggelikan untuk mengintimidasi dan membungkam kritik damai.”
Baca Juga: Kejagung Terima SPDP Kasus Robertus Robet
"Dia adalah seorang akademisi yang menyuarakan pandangannya atas wacana menempatkan perwira senior militer di posisi kekuasaan dalam pemerintah," katanya dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, kelompok advokasi yang berpusat di AS, Scholars at Risk, juga mengatakan prihatin bahwa penangkapan itu.
Sejumlah legislator AS juga meminta rekan-rekan mereka dari Indonesia untuk membebaskan Robet.
Razia Intelektual Progesif
Presiden Indonesia Jokowi memiliki hubungan dekat dengan polisi dan telah dituduh oleh anggota oposisi—terutama mereka yang berasal dari kelompok Muslim garis keras—memobilisasi lembaga tersebut untuk menekan kritik.
Baca Juga: Allan Nairn Sebut Nama Prabowo dan Wiranto di Penangkapan Robertus Robet
"Banyak orang di kedua sisi dari pemilihan presiden telah dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik, kebencian, hasutan," kata Thomas Power, seorang peneliti politik Indonesia dari Australian National University (ANU).