Suara.com - Tidak jauh dari kantor Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Suyono didiskriminasi. Warga Hindu di Desa Sukahurip, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat itu tidak bisa ibadah dengan bebas.
Suyono harus menempuh perjalanan hingga 2 jam untuk beribadah di Pura Agung Tirta Bhuana yang berada di kawasan Jakasampura, Kota Bekasi. Jarak rumah ke pura itu 32 km.
Menurutnya, perjalanan tersebut bisa menjadi lebih lama yakni hingga 5 jam jika jalan raya dalam keadaan macet. Suyono terpaksa melakukan hal tersebut karena tidak ada satupun rumah ibadah bagi umat Hindu atau pura di di Kabupaten Bekasi.
Atas dasar itulah, Suyono bersama pemeluk Hindu lainnya di Kabupaten Bekasi berencana membangun pura di Desa Sukahurip di lahan seluas 1 hektar.
Baca Juga: Dengan Upacara Hindu, Ajun Perwira Sah Nikahi Janda 3 Anak
"Ya mudah-mudahan warga memahami kebutuhan umat kami yang sedikit di sini. Kalau dikumpulkan ya banyak. Kita tidak bakalan mengajak umat agama lain bergabung ke agama kami, tidak ada," tutur Suyono kepada VOA sepulang bekerja dari sawah di Bekasi, Rabu (15/5).
Lelaki kelahiran Gunung Kidul, Yogyakarta yang sudah 21 tahun tinggal di Desa Sukahurip menambahkan ada 2 keluarga yang beragama Hindu di desanya. Namun, jumlah umat Hindu secara keseluruhan di Kabupaten Bekasi, menurut Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), berjumlah sekitar 7 ribu orang.
Karena itu, kata Suyono, keberadaan pura di Desa Sukahurip nantinya juga dapat menambah penghasilan bagi masyarakat sekitar seperti dari parkir dan sebagainya.
Ketua PHDI Kabupaten Bekasi, I Made Pande Cakra menambahkan, ketiadaan pura di wilayahnya juga membuat siswa-siswi sekolah dasar hingga menengah atas harus menempuh puluhan kilometer ke Kota Bekasi untuk belajar ke Pura Agung Tirta Bhuana.
"Jadi desakan dari warga (umat) kita, karena mereka setiap Minggu pagi harus mengantar anak yang tidak mendapat pelajaran agama di sekolah ke pura Kalimalang itu. Sementara itu ada yang dari Setu, Cibarusa, Tambelang itu cukup jauh. Kalau yang punya mobil mungkin bisa. Kalau yang tidak bisa naik angkot 3-4 kali itu," jelasnya kepada VOA.
Baca Juga: 600 Umat Hindu di Bekasi Rayakan Puncak Hari Raya Nyepi di Islamic Centre
Made menambahkan panitia pembangunan pura di Desa Sukahurip telah dibentuk sejak 1 April 2017. Panitia tersebut telah mengirim surat audiensi ke pemerintah kabupaten Bekasi dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait tentang rencana pendirian pura.
Panitia juga telah mendapatkan dukungan dari 60 warga sekitar dan memiliki daftar nama 90 umat yang akan menggunakan tempat ibadah sesuai amanat Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006. Menurutnya, kantor kementerian agama dan pemerintah setempat tidak keberatan dengan rencana pendirian pura. Hanya, saat ini mereka masih menunggu rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama Bekasi.
Sekelompok Warga Tolak Pembangunan Pura
Pada awal Mei 2019, sekelompok orang menolak rencana pendirian pura dengan memasang spanduk. Namun, spanduk tersebut akhirnya diturunkan beberapa hari kemudian.
Dua warga yang ditemui VOA di lokasi yang akan dibangun pura yakni di sebuah lahan yang dikelilingi sawah mengatakan tidak keberatan dengan rencana pendirian pura. Salah satunya yaitu Wahidin yang bertani di lahan yang akan dibangun pura. Menurutnya, semua agama memiliki tujuan yang sama yaitu saling membantu dan bergotong royong.
"Kalau saya sebagai masyarakat, agama mau Hindu, Budha, Kristen sama tujuannya. Kalau saya tergantung ulama saja. Kalau ulama para kyai sudah menyetujui saya ikut-ikutan sebagai masyarakat. Mendukunglah, sama tujuannya," kata Wahidin.
Wahidin berharap makam yang dianggap keramat yang berada di samping lahan pura agar tidak digusur jika pura nantinya dibangun. Jika merujuk informasi dari Suyono, makam tersebut nantinya memang tidak akan digusur, sebaliknya akan diperbaiki menjadi lebih bagus.
Di lain tempat, salah satu warga yang tidak mau disebut namanya mengaku ikut memberikan tanda tangan dukungan pendirian pura. Namun, ia diminta mencabut kembali tanda tangan tersebut oleh pemuka agama setempat. Ia juga mengaku mendapat ancaman jika tidak mencabut tanda tangan dukungan tersebut. Hanya, ia tidak menyebut jenis ancaman apa yang dilayangkan kepadanya.
Tokoh agama Desa Sukahurip, Ahmad Sarifudin juga menuturkan kekhawatiran jika pura tersebut berdiri di desanya. Salah satunya yaitu kekhawatiran akan ada pendirian umat agama Kristen di wilayahnya jika pendirian pura ini terwujud. Di samping itu, ia juga mengisyaratkan ada sedikit kekhawatiran agama Hindu semakin berkembang di wilayahnya.
Kendati demikian, Ahmad tetap mempersilakan pura dibangun di Desa Sukahurip selama mememuhi persyaratan yang ditentukan pemerintah atau peraturan bersama 2 menteri.
"Yang dari desa setempat kan harus 60 KK. Kalau dari sana (umat Hindu) harus 90 orang. Juga kalau memang itu umat berada di lokasi, karena di sana kan ada rumahnya sama sekali," tuturnya.
Ketua FKUB Kabupaten Bekasi Athoillah Mursjid mengatakan lembaganya akan terus mengupayakan dialog antara umat Hindu dengan masyarakat yang menolak. FKUB juga akan menangguhkan rekomendasi lembaganya selama masih ada penolakan dari warga. Sebab, kata dia, pembangunan pura tidak akan berjalan mulus selama ada penolakan dari warga, meski sudah mengantongi rekomendasi FKUB.
"Bukan kita tolak, kita tangguhkan dulu. Kita minta kepada panitia yang akan membangun rumah ibadah, supaya melakukan pendekatan kepada mereka yang menolak sehingga paham dan mengerti.
Mursjid menambahkan FKUB Bekasi saat ini masih memverifikasi surat dukungan dari 60 warga sekitar. Ia tidak dapat memastikan kapan verifikasi tersebut akan selesai dan rekomendasi lembaganya akan diberikan.
Namun, Mursjid tetap memahami keluhan dari umat Hindu yang belum memiliki rumah ibadah di Kabupaten Bekasi. Kata dia, kondisi tersebut tidak hanya dialami umat Hindu, namun juga dialami umat Katolik di Kabupaten Bekasi yang belum memiliki gereja hingga kini.
Pemerintah Sedianya Penuhi Hak Ibadah Umat Hindu
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mendesak pemerintah untuk memastikan pemerintah kabupaten Bekasi untuk menjamin hak umat Hindu mendirikan pura. Termasuk memastikan pemerintah setempat tidak tunduk pada tekanan massa yang menolak pendirian pura tersebut agar tidak menjadi preseden buruk.
"Ingat juga bahwa masyarakat di Indonesia adalah masyarakat majemuk. Di Bekasi, Hindu menjadi minoritas, di Aceh Kristen menjadi minoritas, di Papua muslim menjadi minoritas. Jadi dalam masyarakat yang majemuk, kalau masalah ini tidak dibenahi maka kita akan terus memelihara benih-benih intoleransi," jelas Usman.
Usman menambahkan penolakan pendirian rumah ibadah tersebut bertentangan dengan nilai kebangsaan Indonesia dan nilai universal. Apalagi, kata dia, Islamophobia sedang berkembang di berbagai negara lain. Karena itu, semestinya masyarakat Indonesia dapat memberikan contoh yang baik dalam menghargai pemeluk agama lain.
"Kita harus mulai dari diri sendiri. Dari Bekasi, Bogor untuk memberikan penghormatan kepada umat beragama yang berbeda. Dan mengutamakan dialog apabila ada perselisihan, dan membawa ke proses hukum apabila ada pelanggaran hukum."