Suara.com - Badan Pemenangan Nasional atau BPN Prabowo Subianto – Sandiaga Uno menegaskan tidak akan mengajukan gugatan sengketa Pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Merespon hal tersebut, Rais Syuriah PCNU Australia Nadirsyah Hosen atau dikenal Gus Nadir mengatakan bahwa BPN Prabowo – Sandiaga bisa menggunakan jalur tersebut karena komposisi hakim MK yang berbeda pada saat Pemilu 2014 silam.
Alasan BPN Prabowo – Sandiaga menolak menggunakan jalur MK untuk menyelesaikan dugaan kecurangan selama pemilu lantaran pengalamannya pada Pemilu 2014. Saat itu Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa kalah dalam gugatannya. BPN juga menilai saat itu MK sama sekali tidak membuka bukti yang telah dibawanya.
“Kenapa BPN enggak percaya MK di tahun 2019? Padahal komposisi majelis hakim MK tahun 2014 dan 2019 sudah berubah,” cuit Gus Nadir di akun Twitternya @na_dirs pada Kamis (16/5/2019).
Baca Juga: WhatsApp Hairul Anas Diretas, BPN: Kepanikan PKI sampai ke Ubun-ubun
Menurut dia, posisi MK sebagai pengadil tidak hanya memutuskan berdasarkan isu atau asumsi. Melainkan benar-benar mempertimbangkan bukti dan fakta hukum yang disampaikan di persidangan. Dalam hal ini penggugat harus membawa bukti-bukti kecurangan yang kuat.
Selain itu MK juga akan melihat dari sisi selisih suara yang disebut curang dengan selilsih total suara yang telah dihitung. Gus Nadir mencontohkan apabila selisih kemenangan antara Jokowi – Maruf Amin dengan Prabowo – Sandiaga sebesar 15 juta, tetapi Prabowo – Sandiaga hanya mengklaim kecurangannya sebesar satu hingga dua juta suara, maka MK akan menolak gugatan. Hal itu dikarenakan gugatannya tidak akan mengubah kemenangan Jokowi – Maruf Amin.
“Itu artinya 02 kalau mau maju ke MK harus membuktikan kecurangan melebihi selisih suara 15 juta itu. Enggak mudah karena ini berarti mereka harus membuktikan kecurangan di lebih 50 ribu TPS karena 1 TPS ada 300 suara. Ini dengan asumsi 50 ribu TPS milih 01 semua dan 02 dapat nol," tandasnya.