Di Surabaya, Sandiaga Ingatkan Siklus Dua Puluh Tahunan Perubahan

Chandra Iswinarno Suara.Com
Rabu, 15 Mei 2019 | 19:40 WIB
Di Surabaya, Sandiaga Ingatkan Siklus Dua Puluh Tahunan Perubahan
Cawapres Sandiaga Uno berpidato di Museum Nadlatul Ulama (NU), Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (15/5/2019). [Suara.com/Dimas Angga P]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno mengingatkan sejarah perlawanan dan perjuangan yang pernah terjadi di Indonesia dengan menunjukan People Power.

Berpidato di depan tamu undangan dan partai koalisi Indonesia Adil Makmur di Museum Nadlatul Ulama (NU), Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (15/5/2019), Sandiaga mengingatkan semangat perjuangan prakemerdekaan Indonesia, hingga Mei 1998.

"Di tahun 1908, anak muda terdidik Bumi Putera, mengumandangkan gerakan kebangkitan nasional 20 Mei 1908. Dua puluh tahun kemudian, 28 Oktober 1928 pemuda-pemuda kita mendeklarasikan tekat bersatu dengan sumpah pemuda. Dua puluh tahun berikutnya hampir Soekarno Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Dua puluh tahun kemudian tahun 1965 apa yang terjadi? Revolusi pergantian pemimpin nasional dari Bung Karno kepada Pak Harto. Suatu revolusi yang memakan korban dan jenderal TNI para pemimpin kita menjadi korban kebiadaban 30 September, PKI," ujar Sandiaga.

Menurut Sandi, saat ini sudah memasuki siklus dua puluh tahunan di Negara Indonesia, saatnya mengalami perubahan.

Baca Juga: Sebelum Bubar, Massa Berbaju Putih Menulis Petisi Untuk KPU

"Ada harapan besar dari jalan demokrasi yang kita pilih akan membawa bangsa ini pada kemajuan, kesejahteraan. Kini 20 tahun setelah reformasi, bagaimana saya mau tanya demokrasi kita? Melihat Pemilu 2019 bagaimana keadaan demokrasi kita? Saya ingin mengulang apa yang saya sampaikan kemarin di Sahid," imbuhnya.

Selain itu, menurut Sandiaga, bahwa seharusnya kini masyarakat tak tinggal diam, dan memperjuangkan apa yang menurutnya harus diperjuangkan.

"Kita baru melewati proses penyelenggaraan pemilu 2019 tanggal 17 April semakin nyata Pemilu 2019 sejumlah catatan yang memprihatinkan sejarah mencatat inilah pemilu dan paling memakan korban. Lebih dari 600 penyelenggara Pemilu wafat," ujarnya mengingatkan.

Kontributor : Dimas Angga Perkasa

Baca Juga: Massa Berbaju Putih yang Geruduk Bawaslu Jatim Bantah Gerakan People Power

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI