Suara.com - Bulan Ramadan merupakan bulan penuh keberkahan yang selalu dinantikan oleh umat Islam di penjuru dunia. Pada bulan ini pula, Al Quran yang merupakan wahyu dari Sang Pencipta diturunkan.
Al Quran diturunkan oleh Allah SWT melalui Malaikat Jibril kepada Muhammad SAW di Gua Hiro, Mekkah, Arab Saudi.
Wahyu pertama tersebut diturunkan pada 17 Ramadan yang diperingati sebagai Nuzulul Quran atau malam turunnya Al Quran.
Suara.com mengutip dari NU.or.id, Rabu (15/5/2019), ada tiga teori yang menjelaskan mengenai Nuzulul Quran.
Baca Juga: Fakir hingga Mualaf, Ini 8 Golongan yang Berhak Terima Zakat Fitrah
Pada teori pertama, Al Quran diturunkan dalam jumlah dan bentuk yang utuh dan komplet dari langit ke dunia pada malam Lailatul Qaddar.
Selanjutnya, Al Quran diturunkan secara bertahap, tidak sekaligus selama 20 atau 23 atau 25 tahun.
Adapun pada teori kedua, Al Quran diturunkan dari langit ke dunia selama 20 malam Lailatul Qadar selama 20 tahun.
Setelah itu, wahyu Allah SWT itu dibacakan kepada Nabi Muhammad SAW sesuai kebutuhan.
Teori ini dipelopori oleh Al-Muqatil dan Abu Abdillah Al-Halimi dalam Kitab Minhaj serta Al-Mawardi dalam tafsirnya.
Baca Juga: Telat Bayar Zakat Fitrah? Ini Hukumnya
Sementara, untuk teori ketiga disebutkan bahwa Al Quran diturunkan kali pertama pada malam Lailatul Qadar.
Setelah itu, Al Quran diturunkan ke bumi secara berangsur-angsur dalam waktu yang berbeda-beda. Teori ini dikemukakan oleh Al-Sya'bi dan kawan-kawan.
Dari ketiga teori tersebut, teori pertama paling populer dan didukung oleh banyak ulama. Pasalnya, teori ini diperkuat dengan banyak hadis yang sahih.
Secara keseluruhan para ulama sepakat bahwa Al Quran diturunkan pada Lailatul Qadar. Namun yang menjadi perdebatan adalah apakah diturunkan dalam satu kali Lailatul Qadar atau lebih.
Tiap ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai makna 'Al-Inzal' dan bagaimana prosesnya berlangsung.
Pada teori pertama, 'Al-Inzal' adalah 'Al-Idzhar' yang artinya melahirkan, menjelaskan, menghadirkan, atau memperlihatkan.
Jadi, kedudukannya tidak harus dari ketinggian menuju tempat rendah atau dari langit ke bumi seperti terkandung dalam kata 'nazala'.
Sementara pada teori kedua, Allah menurunkan wahyu melalui Malaikat Jibril saat berada di langit.
Kemudian Jibril turun ke bumi untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada Nabi Muhammad SAW sehingga pilihan katanya adakah 'nazala'.
Adapun proses komunikasi antara Jibril dengan Nabi Muhammad SAW pun disimpulkan oleh para ulama ada dua kemungkinan, yakni Jibril berubah rupa menjadi manusia atau sebaliknya.