Suara.com - Wakil Bendahara Umum atau Wabendum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Puji Suhartono, dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Tasikmalaya tahun anggaran 2018.
Puji diperiksa menjadi saksi untuk melengkapi berkas perkara tersangka Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman yang terseret kasus DAK itu.
"Kapasitas Puji kami periksa sebagai saksi untuk tersangka BB (Budi Budiman)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (14/5/2019).
Selain Puji, penyidik turut memeriksa Kepala Sub Direktorat DAK Fisik II Kementerian Keuangan Yuddi Saptopranowo. Dia akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Budi.
Baca Juga: KPK Tetapkan Wali Kota Tasikmalaya Tersangka Suap Alokasi DAK
Febri menjelaskan, kronologi penyuapan itu berawal setelah Budi dan mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditrektorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Yaya Purnomo, melakukan pertemuan pada awal tahun 2017.
Yaya pun diduga menawarkan Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2018 kepada Pemkot Tasikmalaya. Kemudian, Budi pun diduga memberikan fee kepada Yaya, agar dapat memuluskan DAK tersebut. Sehingga pada Mei 2017, Budi mengajukan dana alokasi kepada Kementerian Keuangan untuk pembangunan Jalan, rumah sakit dan irigasi.
Selanjutnya, dalam menunggu memuluskan DAK Tasikmalaya tersebut, Budi kembali melakukan pertemuan dengan Yaya pada 21 Juli 2017, dengan memberikan kembali uang sebesar Rp 200 juta kepada Yaya.
"Bulan Oktober 2017, dalam APBN 2018, Kota Tasikmalaya diputuskan mendapatkan alokasi DAK dengan total Rp124,38 miliar," ucap Febri
Setelah mendapatkan alokasi DAK tersebut, ternyata Budi kembali memberikan uang sebesar Rp 200 juta kepada Yaya. Diduga uang tersebut sebagai bagian dalam memuluskan pengurusan DAK.
Baca Juga: KPK Konfirmasi Geledah 3 Lokasi di Tasikmalaya
Budi Budiman disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.