Tulisan itu juga menyoroti sikap kesatria Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ketika kalah dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017.
Pun disorot pula adanya perundungan kepada AHY setelah memenuhi undangan Presiden Joko Widodo. Kehadiran AHY diklaim dalam kapasitas sebagai pribadi, bukan mewakili partai atau koalisi.
"AHY “dibully” habis oleh pihak-pihak yang marah karena AHY bersedia memenuhi undangan Presiden Jokowi dalam kapasitasnya sebagai pribadi. Tidak mewakili Partai Demokrat dan juga tidak merepresentasikan kubu Prabowo. Inisiatif untuk bertemu Presiden Jokowi bukan berasal dari dirinya dan juga jelas bukan dari SBY. AHY, yang juga “ber-DNA SBY” senantiasa menghormati pemimpinnya, Presiden Republik Indonesia, yang sedang mengemban tugas saat ini. Karenanya, dengan niat baik AHY memenuhi undangan itu karena dia juga meyakini bahwa Jokowi juga memiliki niat yang baik. AHY tahu bahwa pertemuan itu bakal menuai pro dan kontra, namun risiko itu nampaknya diambil tanpa keraguan apapun. Bagi pihak yang mengeluarkan sumpah serapah terhadap AHY saat ini berangkat dari pemikiran bahwa siapapun yang mengusung Prabowo harus mati-matian membela Prabowo tanpa reserve. Salah atau benar. Right or wrong," demikian dikutip dalam tulisan itu.
Berikut tulisan lengkapnya seperti dikutip SUARA.com dari laman situs resmi Partai Demokrat, Senin (13/5/2019):
Baca Juga: Hari Terakhir Pleno KPU Banten, Saksi Demokrat Walk Out
JOKOWI, PRABOWO & AHY SIAPA JUJUR, SIAPA KESATRIA ?
Oleh: Andi Arief, Rachlan Nashidik & Jansen Sitindaon*)
Seperti telah diperkirakan banyak kalangan, Pemilu 2019 ini, utamanya pemilihan presiden, berbuntut ricuh. Paling tidak dari sisi politik. Setiap hari kepada masyarakat dipertontonkan silang pendapat yang keras, saling klaim siapa pemenang pilpres tahun ini. Ejek-mengejek, sumpah serapah, kebencian dan sikap permusuhan seolah menjadi “new normal” di negeri kita. Lihatlah perang antara kubu Jokowi dan kubu Prabowo di media sosial. Berita benar dan “hoax” bercampur aduk, “post-truth politics” mewarnai kehidupan masyarakat kita. Memang menyedihkan…., tapi itulah realitasnya.
Apa yang sebenarnya menjadi biang keladi?
Jokowi menyatakan menang berdasarkan “quick count”, sedangkan Prabowo dengan tegas juga mengatakan dirinya menang menurut “real count” yang dimiliki. Bahkan secara eksplisit Prabowo mengatakan menang dengan perolehan suara yang spektakuler, 62%. Berarti ada “pemenang kembar”.
Baca Juga: Sandiaga Sayangkan Ucapan Wakil Ketua Umum Gerindra yang Usir Demokrat
Bersamaan dengan itu Jokowi beserta jajaran pemerintahan yang dipimpinnya mengatakan bahwa pemilu 2019 ini jujur. Berarti tidak ada kecurangan. Sebaliknya, Prabowo dan para pendukung beratnya bersikeras pemilu ini curang, bahkan curang besar. Karenanya, kubu Prabowo mendesak KPU agar Jokowi didiskualifikasi alias digugurkan.