Rasanya Puasa di Washington Amerika Serikat, Banyak Tantangan

Minggu, 12 Mei 2019 | 11:53 WIB
Rasanya Puasa di Washington Amerika Serikat, Banyak Tantangan
Maryam Nisywa. (VOA)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menjalankan ibadah puasa di Washington Amerika Serikat di bulan Ramadan jauh di negeri orang memiliki keunikan tersendiri. Bulan Ramadan tahun ini di Amerika jatuh pada musim semi, pekan pertama bulan Mei.

Sementara itu, umat Islam di beberapa tempat di Amerika tahun lalu berpuasa di tengah matahari terik dan cuaca cukup panas dengan suhu rata-rata bisa mencapai 31 hingga 37 derajat Celcius.

Hasna Fadhilah, dosen IPDN Jatinangor, Sumedang, yang baru pertama kali ke Amerika Serikat tahun ini melakukan banyak persiapan menjelang puasa. Fellow yang ditempatkan di Religious Freedom Institute, Washington DC itu sibuk mempersiapkan puasa, mulai dari berbelanja stok makanan hingga mencari masjid terdekat.

“Saya udah jauh hari nanya ke kawan-kawan kantor, di mana sih masjid terdekat, sholat tarawih?” tuturnya.

Baca Juga: Matahari Terbenam Dini Hari, 4 Negara Ini Miliki Durasi Puasa Terlama

Beberapa orang Indonesia di Amerika juga ada yang baru pertama kalinya merasakan berpuasa di luar negeri. Maryam Nisywa, mahasiswa asal Bandung, tiba di AS pada musim gugur lalu. Ia sudah biasa berpuasa sejak kecil. Namun bagi mahasiswi program master di George Washington University itu, puasa pertama di luar negeri adalah momen yang menantang sekaligus menjadi pengalaman baru.

“Selain tentunya menjaga kondisi fisik, hal penting bagi saya selama berpuasa adalah menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan, mendaftar berbagai online classes dan juga melakukan berbagai pekerjaan seperti translating dan transcribing,” ujar Maryam.

Bagi Hasna dan Maryam, ini adalah tahun pertama mereka berpuasa dengan waktu lebih lama daripada ketika berada di Indonesia. Sementara itu Irwan Saputra, mahasiswa penerima beasiswa LPDP merasa penuh suka cita sekaligus sedikit khawatir menghadapi Ramadan kali ini.

“Pengalaman yang tak kan terlupakan karena berpuasa di daerah minoritas Muslim. Dan khawatir karena waktu puasa yang agak jauh lebih lama, yakni sekitar 17-18 jam, yang ini tidak pernah saya alami sebelumnya,” katanya.

Irwan yang tinggal sendirian di apartemen di Washington DC tetap berpuasa seperti biasa dengan memasak makanan sendiri menggunakan resep makanan khas Indonesia untuk santapan sahur dan berbuka.

Baca Juga: Live Masak Pancake, 3 Remaja Ini Lupa Lagi Bulan Puasa

Dari North Carolina, Rizki Harahap bersama keluarga di Durham paling merindukan suasana puasa di tanah air dengan makanan khas berbuka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI