Suara.com - Direktur Utama nonaktif PT PLN Sofyan Basir, yang kekinian berstatus tersangka kasus suap PLTU Riau-1 melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sofyan resmi mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL pada Rabu (8/5/2019).
Dalam permohonanan, Sofyan mempermasalahkan sah atau tidak dengan penetapan statusnya oleh KPK.
Setidaknya, ada sejumlah permohonan dari Sofyan seperti memerintahkan KPK selaku termohon untuk tidak melakukan tindakan hukum terhadap dirinya.
Baca Juga: Belum Usai Kasus Sofyan Basir, PLN Didera Dugaan Kasus Korupsi Lain
Tindakan hukum yang dimaksud ialah pemeriksaan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan tidak melimpahkan berkas perkara dari penyidikan ke penuntutan.
"Selama pemeriksaan praperadilan ini sampai dengan adanya putusan pengadilan dalam perkara permohonan praperadilan ini," terlampir di petitum permohonan, Jumat (10/5/2019).
Dalam pokok perkara praperadilan, Sofyan menilai Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tanggal 22 April 2019 dan Surat KPK RI Nomor: B 230/DIK.00/23/04/2019 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan, dianggap tidak sah.
Kedua surat KPK itu juga dinilai tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penetapan aquo tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Selanjutnya, penyidikan yang dilakukan termohon alias KPK terhadap pemohon sebagaimana tertuang dalam Sprindik dinilai tidak sah, tidak berdasarkan atas hukum. Karenanya, penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Baca Juga: Diperiksa KPK 7 Jam Kasus Suap, Sofyan Basir Dicecar 15 Pertanyaan
"Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon," demikian petitum Sofyan Basir.
Kemudian, penetapan tersangka Sofyan dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1 dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Menyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon, termasuk penyidikan dengan menggunakan alat bukti lama [bukan alat bukti baru] , yang diperoleh dari perkara-perkara lain sebelumnya.”
Untuk diketahui, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sebelumnya mengakui sudah mengintai Sofyan Basir sejak tahun 2015.
KPK meyakini Sofyan Basir telah terbukti membantu memuluskan proyek PLTU Riau-1 untuk dimenangkan oleh pengusaha Johannes B Kotjo.
"Dia (Sofyan Basir) bersama-sama membantu Eni Saragih selaku anggota DPR dan kawan-kawannya untuk menerima hadiah dari Johannes terkait kesepakatan kontrak proyek PLTU Riau-1," ucap Saut.
Dalam kasus ini, Sofyan Basir dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.