Kubu Prabowo Desak Autopsi Jenazah KPPS, Mabes Polri: Tak Bisa Sembarangan

Reza Gunadha | Novian Ardiansyah
Kubu Prabowo Desak Autopsi Jenazah KPPS, Mabes Polri: Tak Bisa Sembarangan
Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri. (Suara.com/Novian

Misalnya, kata dia, seseorang meninggal karena kuat dugaan atas fakta penyidikan dibunuh atau dianiaya.

Suara.com - Mabes Polri menjawab soal adanya desakan dari sejumlah pihak yang meminta makam-makam petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal  saat bertugas pada Pemilu 2019 dibongkar, agar bisa diautopsi.

Desakan itu mayoritas dilontarkan oleh pendukung Capres Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, yang mengklaim kematian petugas KPPS janggal kalau hanya karena kelelahan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, polisi tak bisa sembarangan membongkar makam dan mengautopsi jenazah.

Ia menuturkan, setiap autopsi harus terlebih dahulu memunyai fakta hukum sekaligus kesediaan pihak keluarga korban.

Baca Juga: KPPS Diduga Coblos Surat Suara, Saksi RK-Suswono Minta KPU DKI Jakarta Gelar PSU

"Kalau tak ada fakta hukumnya, dari pihak keluarga juga tidak merasa adanya yang mencurigakan atau  kejanggalan, apa yang mau diautopsi?" ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/5/2019).

Dedi berujar, autopsi dilakukan kalau ditemukan adanya indikasi dan fakta hukum bahwa seseorang meninggal karena hal janggal.

Misalnya, kata dia, seseorang meninggal karena kuat dugaan atas fakta penyidikan dibunuh atau dianiaya.

"Jadi semua harus berdasarkan fakta hukum dulu yang komprehensif dan dikaji. Baru Polri dalam hal ini sebagai landasannya bisa bertindak. Kalau misalnya fakta hukumnya juga masih belum klir, tidak akan bertindak," tuturnya.

Baca Juga: Belum Terima Rekomendasi Bawaslu Surat Suara Tercoblos di Jaktim, KPU DKI Akan Lanjutkan Rekapitulasi Tingkat Provinsi