Eggi Sudjana 'Bernyanyi', Ini 8 Kejanggalan di Balik Status Tersangkanya

Jum'at, 10 Mei 2019 | 09:56 WIB
Eggi Sudjana 'Bernyanyi', Ini 8 Kejanggalan di Balik Status Tersangkanya
Caleg PAN Eggi Sudjana saat penuhi panggilan di Polda Metro Jaya. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Eggi Sudjana angkat bicara terkait statusnya sebagai tersangka kasus dugaan makar yang ditetapkan pada Rabu 8 Mei 2019 setelah penyidik lakukan gelar perkara.

Dalam acara Prime News CNN Indonesia, Kamis (9/5/2019), politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut mengklaim ada beberapa kejanggalan dalam status tersangkanya.

Berikut 8 kejanggalan yang diklaim oleh Eggi Sudjana seperti dikutip SUARA.com, Jumat (10/5/2019):

1. Kecepatan waktu tidak lazim

Baca Juga: Saling Ejek di FB, Geng Motor Warlex Bunuh Anggotanya Membabi Buta

Menuruut Eggi Sudjana, ada yang tidak lazim dari kecepatan waktu. Dia dilaporkan pada 19 April, lalu kemudian dipanggil untuk diperiksa pada 26 April di Polda Metro Jaya.

"Pertama dilihat dari dasar laporan polisi. Di laporan polisi, saya dilaporkan pada 19 April. Kemudian pada 26 april, diperiksa sampai 13 jam di Polda Metro Jaya. Awalnya laporan ke Bareskrim Mabes Polri. Bareskrim melimpahkan ke Polda Metro Jaya," terang Eggi Sudjana.

Eggi Sudjana melaporkan Jokowi ke Bawaslu. (Suara.com/Ummi Hadyah Saleh)
Eggi Sudjana melaporkan Jokowi ke Bawaslu. (Suara.com/Ummi Hadyah Saleh)

Anchor Putri Ayuningtyas sempat menimpali pernyataan Eggi Sudjana, "Pelimpahan itu bukannya hal yang biasa?"

Pria yang berprofesi sebagai pengacara tersebut pun meluruskan, "Keanehannya itu dari segi kecepatan waktu yang tidak lazim."

2. Materi pemeriksaan

Baca Juga: Kenaikan Tarif Tiket Pesawat Berdampak ke Sektor Pariwisata

Eggi Sudjana pun menyoroti materi pemeriksaan. Ketika diperiksa, Eggi Sudjana mengaku lebih banyak ditanyakan soal pendapat. Padahal, menurutnya, dia saksi bukan ahli.

"Dari sisi materi, pemeriksaan saya lebih banyak ditanya soal pendapat. Kan saya dipanggilnya (untuk) klarifikasi. Video yang dipermasalahkan itu dipertontonkan. Dipertontonkan, (lalu saya) ditanya bagaimana kondisi ini bisa mempengaruhi masyarakat lain. Lah kan kalau 'bagaimana' itu pendapat. Saya kan dalam konteks saksi, bukan ahli," ujar Eggi Sudjana.

Pun Eggi Sudjana mengaku sempat kebingungan dirinya sebagai saksi, namun tersangkanya tidak ada. Ternyata, kata Eggi Sudjana, tersangkanya adalah dirinya sendiri. Menurut dia, itu aneh.

"Saya menyaksikan siapa, tersangkanya nggak ada. Nggak tahunya, tersangkanya diri saya sendiri. Itu suatu keanehan," kata Eggi Sudjana.

3. Tanggal lahir

Kemudian, Eggi Sudjana pun menyoroti perbedaan tanggal lahir di surat panggilan sebagai tersangkanya. Terkait itu, Eggi Sudjana membantah bahwa hal tersebut salah ketik, melainkan salah orang.

"Tanggal lahir saya tanggal 2 (Desember). Di KTP saya, tanggal 3 (Desember). Jadi saya bisa tuduh error impersona, ini bukan saya. Saya lahir tanggal 3. Ini bukan salah ketik, ini salah penempatan orang. Lahir tanggal 3, kok ditulis tanggal 2. Bukan saya dong. Itu kalau saya ingin mengelak secara hukum kan gampang," ujar Eggi Sudjana.

4. Pekerjaan

Eggi Sudjana menyoroti profesinya sebagai pengacara yang tertulis di surat tersebut. Dia mengatakan pengacara tidak bisa digugat atau dituntut, baik di dalam maupun luar sidang.

Dia mengklaim ketika berbicara terkait 'people power'--yang dituding sebagai makar--posisinya sebagai tim advokasi Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

"Saya ditulis jelas-jelas sebagai pengacara. Pengacara itu menurut UU Nomor 18 Pasal 16 Tahun 2003 tentang advokat. Advokat itu tidak bisa digugat atau dituntut, baik di dalam maupun di luar sidang. Posisi saya ketika bicara 'people power' justru sebagai advokat dari tim advokasi BPN, kan itu bicaranyadi panggung BPN," kata Eggi Sudjana.

Berikut bunyi UU Nomor 18 Pasal 16 Tahun 2003 seperti dikutip SUARA.com:

"Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan."

5. Beda pasal

Eggi Sudjana menyoroti perbedaan dalam pasal yang dilaporkan dan pasal yang diperiksakan terhadap dirinya. Eggi Sudjana merasa bingung, dirinya dilaporkan menggunakan pasal penghasutan, tapi diperiksa dengan pasal makar.

"Berdasarkan laporan polisi dari Suryanto (relawan Jokowi-Ma'ruf Center), laporan pertama itu pasalnya 160 KUHP tentang penghasutan, nggak ada urusan sama makar. Kenapa saya jadinya diperiksa pakai pasal-pasal makar? Kok ada pengembangan pasal sendiri? Itu sudah berbeda substansi yang dipersoalkan kepada saya," ujar Eggi Sudjana.

Eggi Sudjana menjalani perawatan di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta [Suara.com/Dian Rosmala]
Eggi Sudjana menjalani perawatan di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta [Suara.com/Dian Rosmala]

Karena itulah, Eggi Sudjana mengaku melaporkan balik Suryanto dengan pasal 220 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pengaduan palsu.

"Makanya saya lapor balik. Ini kena pasal 220, laporan palsu tindak pidana. Kalau polisi adil, justru harusnya periksa juga si Suryanto-nya, kenapa melaporkan saya?" ujar Eggi Sudjana.

6. Perbedaan tempus dan delik

Menurut Eggi Sudjana, ada perbedaan dalam tempus (waktu) dan delik dalam laporan terhadap dirinya.

"Waktu di laporan pertama, tempusnya jam 20.00 (WIB), padahal saya ngomong jam 17.50 (WIB) sebelum Maghrib. Kemudian tempatnya. Disebut dalam laporan, di Ancol, padahal saya ngomongnya di Kertanegara 4 di depan rumah Prabowo. Itu kan sudah berbeda tempus dan deliknya," kata Eggi Sudjana.

Karena hal ini, Eggi Sudjana pun menduga bahwa Suryanto disuruh oleh oknum untuk melaporkan dirinya ke polisi.

Ketika ditanya oleh anchor mengarah ke siapa oknum yang dimaksud oleh Eggi Sudjana, dia menjawab, "Oknumnya dari polisi."

7. Bukan delik aduan

Eggi Sudjana mengatakan, jika dirinya makar, semestinya polisi tidak perlu menunggu laporan pengaduan dan langsung menangkapnya. Sebab, imbuh Eggi Sudjana, kasus makar bukan delik aduan.

"Kalau saya makar, nggak perlu tunggu laporan. Jangan tunggu laporan pengaduan. Karena ini bukan delik aduan. Ini delik materiil yang harus ada akibat yang terjadi. Kalau tahu saya makar, langsung ditangkap. Bukan tunggu laporan," ujar Eggi Sudjana.

8. Gelar perkara

Menurut Eggi Sudjana, gelar perkara kasusnya dilakukan sepihak. Dirinya mengaku tidak pernah diajak dalam gelar perkara tersebut. Padahal, kata dia, kasus itu menyangkut dirinya.

"Gelar perkaranya kok sepihak, saya nggak pernah diajak. Kan ini menyangkut diri saya. Kok maen seenaknya saja," ujar Eggi Sudjana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI