Suara.com - Kasus kematian dan sakit petugas Pemilu 2019 telah menjadi perhatian khusu. Prof. Dr. Ova Emilia, Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM memandang kasus kematian dan sakit petugas Pemilu 2019 sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Pasalnya, banyaknya korban meninggal dan sakit di Pemilu 2019 termasuk sesuatu yang di luar perkiraan.
Karena itu, Ova Emilia yang tergabung dalam tim riset UGM tentang kasus kematian dan sakit petugas Pemilu 2019 pun merasa perlu melakukan riset mendalam guna mengetahui penyebab utama korban berjatuhan.
BACA JUGA: Tim Riset UGM Menduga Tudingan Kecurangan Sebabkan Petugas KPPS Stres Berat
Baca Juga: Tim Riset UGM Menduga Tudingan Kecurangan Picu Petugas KPPS Alami Stres
Salah satu yang menjadi dugaan awal banyaknya korban meninggal dan sakit di Pemilu 2019 karena kelelahan bekerja. Tetapi, dugaan ini tentu berhubungan dengan faktor lainnya dari segi penyakit yang diderita maupun usia petugas KPPS.
"Biasanya orang yang kelelahan tapi dia biasa lelah dan terlatih jadi punya daya tahan tubuh yang baik mungkin dia tidak masalah. Tapi pada orang yang sudah mempunyai faktor risiko tertentu itu yang jadi masalah,"
"Nah faktor risiko tertentu ini sangat luas, mulai dari usia atau mungkin dia punya penyakit yang tidak diketahui itu sangat mungkin sekali," ujar Prof. Dr. Ova Emilia, Dekan FKKMK UGM di dalam konferensi pers 'tanggapan UGM terhadap kejadian sakit dan meninggalnya petugas dalam Pemilu 2019' di Digilib Cafe Fisipol UGM, Kamis (9/5/2019).
Sebab bisa saja petugas KPPS tersebut menderita suatu penyakit yang tidak diketahui dan akhirnya menyebabkan kematian atau jatuh sakit. Sehingga pihaknya merasa perlu melakukan penelusuran mendalam yang tidak hanya berdasarkan catatan kesehatan korban.
Ova Emilia mengatakan, akan melakukan autopsi secara verbal kepada orang terdekat guna mencari tahu riwayat korban dan jika hasil kurang maksimal mungkin saja akan melakukan autopsi fisik.
Baca Juga: Tanggapi Wafatnya Ratusan Petugas KPPS, UGM: Ini Kejadian Luar Biasa
"Jadi autopsi fisik dilakukan jika memang ada indikasi ke arah sana. Kalau autopsi verbal itu interview kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan yang bersangkutan atau korban. Jadi, kalau autopsi verbal sudah jelas ya sudah penelitian selesai tapi kalau ada yang janggal perlu autopsi fisik harus dilakukan," jelasnya.
BACA JUGA: Sering Cukur Rambut Kemaluan Sampai Habis? Ketahui Risikonya!
BACA JUGA: Bukan Laki-laki, Wanita Justru Punya Naluri Lebih Tinggi untuk Selingkuh!
Selain kelelahan, tim riset UGM juga mencari tahu penyebab kematian dan sakit petugas Pemilu 2019 dari faktor psikologis.
Prof. Dr. Faturochman, Dekan Fakultas Psikologi mengatakan faktor psikis petugas Pemilu 2019 dari sisi kesejahteraan dan beban kerja menjadi salah satu pemicu tingginya angka kematian dan sakit.
"Kita bisa menebak distresnya itu tinggi, kita bisa lihat gejalanya itu bandingkan dengan pemilu yang dulu banyak TPS yang dihias menarik dan lucu-lucu itulah yang kita sebut sebagai kesejahteraan psikologis. Tapi pemilu tahun itu hal-hal seperti itu lebih sedikit," ujar Prof. Dr. Faturochman, Dekan Fakultas Psikologi.
Kesejahteraan ini juga meliputi honor yang tidak sesuai beban kerja, asuransi dan dukungan lainnya untuk petugas Pemilu 2019. Indikasi awal yang mereka temukan juga menunjukkan tenaga kerja yang tersedia tidak seimbang dengan beban kerjanya.
Tim riset UGM juga menerjunkan sejumlah relawan yang melihat sendiri depresi petugas Pemilu 2019 jauh lebih tinggi. Kondisi tersebut berkaitan dengan banyaknya tudingan kecurangan dari berbagai pihak yang membuat mereka ketakutan.
Relawan yang kami terjunkan ke lapangan sebagai saksi dan petugas itu memang melihat depresinya lebih tinggi di pemilu 2019 ini dibandingkan pilkada. Karena tudingan kecurangan yang mereka dapatkan, mereka takut dituding curang," ujar Dr. Abdul Gaffar Karim, Koordinator Kajian Pemilu UGM.