Suara.com - Ahli hukum pidana, Muzakir tegaskan ada hal yang perlu diperhatikan dalam pasal Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana yang didakwakan kepada Ratna Sarumpaet. Menurutnya dalam pasal tersebut hanya mengenal menyiarkan bukan menyebarluaskan.
Hal tersebut dikatakan Muzakir dalam kesaksiannya sebagai saksi ahli di sidang lanjutan kasus penyebaran berita bohong atau hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet.
Menurutnya, untuk menyebarluaskan termasuk unsur dalam pasal tersebut. Namun ia mencontohkan kasusnya seperti penghinaan terhadap Presiden.
"Dalam tindak pidana yang diatur dalam Pasal 14 ini, penggunaanya adalah menyiarkan. Berbeda menyiarkan dengan menyebarluaskan. Kalau menyebarkanluaskan ada di tindak pidana terkait penghinaan. Misalnya, saya contohkan menghina presiden dengan gambar dan tulisan yang disebarkan," ujar Mudzakir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Baca Juga: Bela Eggi Sudjana, BPN: People Power Zaman Pak Harto Masalah Enggak?
Menurutnya, menyebarluaskan tidak sama dengan menyiarkan. Untuk menyiarkan harus ada alat siar seperti yang dilakukan media elektronik.
"Sedangkan menyiarkan itu membuatkan siar berarti menggunakan alat siar. Jadi ada alat siar di situ, ada yang disebut sebagai seleksi materi disiarkan. Jadi saya tegaskan menyebarluaskan tidak termasuk menyiarkan," jelasnya.
Seperti diketahui, Ratna Sarumpaet sebelumnya mengklaim telah dianiaya oleh dua orang lelaki hingga wajahnya lebam pada Oktober 2018. Setelah dilakukan penyelidikan di Polda Metro Jaya, ternyata penyebab wajah babak belur yang dialami Ratna bukan dianiaya melainkan imbas setelah melakukan operasi sedot lemak.
Akibat kebohongannya itu, Ratna dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca Juga: Eggi Sudjana Tersangka Makar, BPN: Ini Pemerintah Otoriter, Arogan, Zalim!