Ibunda Meninggal, Dahnil Anzar: Sakit Mama Parah Saat Fitnah Terpa Saya

Rabu, 08 Mei 2019 | 04:40 WIB
Ibunda Meninggal, Dahnil Anzar: Sakit Mama Parah Saat Fitnah Terpa Saya
Dahnil Anzar Simanjuntak dan sang ibu - (Instagram/@dahnil_anzar_simanjuntak)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kabar duka menyelimuti keluarga Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (Jubir BPN) paslon 02 Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak. Sang ibunda meninggal, Senin (6/5/2019) pagi kemarin.

Dahnil Anzar pun mengabarkan kepergian sang ibunda di Twitter. Ia juga meminta doa dari followers-nya.

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un telah meninggal dunia ibunda saya di Medan pagi ini pukul 7.30 WIB. Mohon doa dari semua sahabat, InsyaAllah beliau Husnul Khotimah," cuitnya.

Sehari setelahnya, Selasa (7/5/2019), Dahnil Anzar mengenang mendiang ibunya dengan mengunggah foto selfie bersama sang ibu di Instagram hingga saat pemakaman. Ia menyertakan caption yang sangat panjang pada unggahan tersebut.

Baca Juga: Bicara Soal Islam Garis Keras, Dahnil Anzar Disamakan dengan Vicky Prasetyo

Tak hanya berterima kasih pada semua sahabat dan suadaranya, dalam keterangan panjang itu, pria yang akrab disapa Anin ini juga menceritakan bahwa sakit yang diderita ibunya makin parah saat fitnah menerpanya.

Setiap sang ibu mengkhawatirkan keadaannya, Dahnil Anzar mengaku selalu ingin menjawab, "Mam, ini konsekuensi melawan kezaliman, konsekuensi tak menyerah pada para penjarah, menolak kompromi dengan seragam baru para kompeni."

Berikut keterangan lengkap yang ditulis Dahnil Anzar:

"*Air Mata Mama*.

Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh sahabat, saudara, dan semua pihak yang telah turut memberikan.

Baca Juga: Pamer Vespa, Dahnil Anzar Malah Kena Skak Warganet

Bila ada air mata yang paling kami takuti adalah air mata Mama. Air mata yang tumpah karena kesedihan hati. Ketika hatinya gundah gulana, maka kami seperti merasa berdosa, tak mampu menggembirakan hati perempuan yang telah melahirkan, merawat, dan mengajari kami tentang hidup.

Mama jarang menasehati. Mama jarang memarahi. Mama sering kali bicara dalam diam dan tangis. Dalam senyum dan tawa. Mama memberikan teladan tentang bertahan dalam kesusahan.

Ia perempuan kuat. Kuat bukan karena mampu mengalahkan dan menaklukkan. Ia kuat karena mampu menjadi benteng yang kokoh, tak goyah ketika semua orang tumbang karena menyerah. Ia bak benteng kesabaran hidup.

Sakit Mama makin menjadi-jadi ketika kabar fitnah menerpa saya, emosi dan pikirnya goyah, terganggu oleh seliweran fitnah di media, yang ia sendiri tak pahami mengapa tega melakukannya, dalam tangisnya aku berusaha menyampaikan pesan, "Mam, ini konsekuensi melawan kezaliman, konsekuensi tak menyerah pada para penjarah, menolak kompromi dengan seragam baru para kompeni."

Meski dalam hati terus terang, aku merekam semua wajah-wajah penjahat penebar fitnah. Mulai dari mereka yang berpura-pura tak tahu tapi melakukan fitnah ke sana kemari dan berkompromi dengan seragam baru para kompeni tersebut.

Sampai, sakit Mama makin menjadi-jadi, setiap telepon untuk menanyakan kabar beliau, beliau selalu balik bertanya bagaimana dengan para penjahat seragam kompeni itu, masih terus berusaha?.

"Mereka akan terus berusaha sampai Anin berhenti dan berkompromi mundur, Mam." Pusat kejahatan di Republik ini saat ini berasal dari para seragam kompeni baru itu, Mam, mereka kuat memang, tapi Allah maha kuat, Mam.

Saya mengenal baik kejahatan yang sudah dan sedang mereka lakukan, Mam, dari deretan kejahatan mereka, termasuk memakan korban sahabatku, Mam, pejuang antikorupsi Novel Baswedan, yang sampai kini masih terus berjuang, dan aku pun tak akan berhenti berjuang, Mam.

Maka, hentikan tangismu, Mam. Tersenyumlah, karena Mama telah bahagia dijemput pemilik sejati kita, Mam. Tersenyumlah, Mam."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI