Mama jarang menasehati. Mama jarang memarahi. Mama sering kali bicara dalam diam dan tangis. Dalam senyum dan tawa. Mama memberikan teladan tentang bertahan dalam kesusahan.
Ia perempuan kuat. Kuat bukan karena mampu mengalahkan dan menaklukkan. Ia kuat karena mampu menjadi benteng yang kokoh, tak goyah ketika semua orang tumbang karena menyerah. Ia bak benteng kesabaran hidup.
Sakit Mama makin menjadi-jadi ketika kabar fitnah menerpa saya, emosi dan pikirnya goyah, terganggu oleh seliweran fitnah di media, yang ia sendiri tak pahami mengapa tega melakukannya, dalam tangisnya aku berusaha menyampaikan pesan, "Mam, ini konsekuensi melawan kezaliman, konsekuensi tak menyerah pada para penjarah, menolak kompromi dengan seragam baru para kompeni."
Meski dalam hati terus terang, aku merekam semua wajah-wajah penjahat penebar fitnah. Mulai dari mereka yang berpura-pura tak tahu tapi melakukan fitnah ke sana kemari dan berkompromi dengan seragam baru para kompeni tersebut.
Baca Juga: Bicara Soal Islam Garis Keras, Dahnil Anzar Disamakan dengan Vicky Prasetyo
Sampai, sakit Mama makin menjadi-jadi, setiap telepon untuk menanyakan kabar beliau, beliau selalu balik bertanya bagaimana dengan para penjahat seragam kompeni itu, masih terus berusaha?.
"Mereka akan terus berusaha sampai Anin berhenti dan berkompromi mundur, Mam." Pusat kejahatan di Republik ini saat ini berasal dari para seragam kompeni baru itu, Mam, mereka kuat memang, tapi Allah maha kuat, Mam.
Saya mengenal baik kejahatan yang sudah dan sedang mereka lakukan, Mam, dari deretan kejahatan mereka, termasuk memakan korban sahabatku, Mam, pejuang antikorupsi Novel Baswedan, yang sampai kini masih terus berjuang, dan aku pun tak akan berhenti berjuang, Mam.
Maka, hentikan tangismu, Mam. Tersenyumlah, karena Mama telah bahagia dijemput pemilik sejati kita, Mam. Tersenyumlah, Mam."
Baca Juga: Pamer Vespa, Dahnil Anzar Malah Kena Skak Warganet