Suara.com - Di balik rencana pemerintah ingin memindahkan Ibu Kota Negara ke luar pulau Jawa, Jakarta akan dikenang sebagai salah satu provinsi yang mempunyai sejarah panjang penyebaran Islam di Nusantara. Jakarta mempunyai banyak masjid bersejarah.
Keempat majid bersejarah itu mempunyai berbagaimacam latar belakang dan peristiwa. Di antaranya cerita heroik sampai spiritualisme. Masjid-masjid itu paling cocok digunakan untuk menunggu waktu berbuka puasa.
Bahkan sekalian main, warga Jakarta dan sekitarnya pun bisa menjadi masjid itu sebagai tempat ibadah dan meningkatkan kualitas spiritualisme.
Berikut 4 masjid bersejarah di Jakarta yang bisa digunakan untuk mengisi waktu ngabuburit dan ibadah:
Baca Juga: Ngabuburit Anti Bosan Taman Safari, Naik Kuda Poni Sambil Nunggu Bedug
1. Masjid Raden Saleh
Masjid Jami’ Al Ma’mur merupakan masjid bersejarah yang terletak di Jl. Raden Saleh Raya No. 30, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Masjid ini merupakan peninggalan Raden saleh, seorang maestro lukis Indonesia.
Lokasi masjid ini cukup mudah ditemukan, letaknya di kanan jalan dari arah Salemba. Masjid ini didirikan pada tahun 1890 Masehi, yang merupakan pindahan dari surau yang dibangun oleh Raden saleh didekat rumahnya pada tahun 1860.
Pada awalnya, Raden saleh yang dibantu oleh masyarakat sekitar membangun sebuah surau atau mushala sederhana dengan bahan kayu, yang didirikan disamping rumahnya.
Setelah Raden saleh meninggal dunia, tanah tersebut dibeli dengan proses pelelangan dan menjadi milik Sayed Abdullah bin Alwi Alatas yang merupakan tokoh gerakan pan Islam.
Setelah dibeli oleh Sayed Abdullah bin Alwi Alatas, tanah tersebut dijual lagi kepada Koningen Emma Ziekenhuis, yang kemudian akan di bangun Rumah sakit. Pada saat perjanjian awal, surau atau mushala peninggalan Raden Saleh tidak akan dipindahkan.
Baca Juga: Nonton Film Jadi Aktivitas Favorit untuk Ngabuburit
Namun perjanjian tersebut diingkari oleh Koningen Emma Ziekenhuis, sehingga surau tersebut tetap dipindahkan disamping kali ciliwung. Karena lokasi nya terlalu dekat dengan kali ciliwung, surau ini sering kali kebanjiran, kemudian warga setempat bergotong royong memindahkan surau ini ke tanah milik Sayed Abdullah bin Alwi Alatas yang lain, yang berlokasi di tempat masjid jami al ma’mur yang sekarang.
Meskipun demikian, Koningen Emma Ziekenhuis tetap ingin memindahkan suaru tersebut karena rencana nya lahan tersebut akan dibangun gereja. Setelah melalui beberapa proses, akhirnya surau tersebut diperbaharui kembali oleh sebuah panitia yang didukung oleh H. Agus Salim, yang kemudian dibagian depan masjid ditambahkan lambing organisasi sarekat islam yang sampai sekarang menjadi ciri khas masjid tersebut. pembaharuan masjid ini selesai pada tahun 1936.
Setelah beberapa kali mengalami proses sengketa lahan antara masjid dengan rumah sakit, akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1991 dengan hasil tanah masjid yang telah memiliki sertifikat sendiri atas nama Yayasan Masjid Al Makmur yang dikepalai oleh Mayjen (purn) H. M. Joesoef Singedekane, yang merupakan mantan gubernur Jambi. Setelah itu, masjid ini dijadikan bangunan Cagar Budaya oleh Gubernur DKI Jakarta berdasarkan peraturan daerah No.9 Tahun 1999. Keaslian bangunan dan lambing syarikat Islam termasuk tulisan arab dibagian depan-atas Masjid tetap dipertahankan hingga saai ini.
Masjid ini memiliki desain arsitektur khas bangunan lama yang dipengaruhi oleh budaya Tionghoa dengan warna putih dan hijau yang mendominasi bangunannya. Atap masjid berbentuk limas dengan lengkung di ujung atap, yang mirip dengan bangunan klenteng. Puncaknya terdapat hiasan dengan tulisan “Allah”, dan di bagian belakang masjid terdapat kubah yang berbentuk bulat.
Masjid jami Al Ma’mur Raden Saleh merupakan bangunan masjid dua lantai, dimana lantai pertama adalah ruang utama untuk ibadah shalat dan lantai kedua merupakan ruang ibadah yang disediakan apabila ada kenaikan jumlah Jemaah. Masjid ini juga memiliki menara pada sisi timur yang berbentuk bulat pada dinding bawahnya dan dihiasi batu kali berwarna hitam.
Meskipun keterkaitan masjid ini dengan Raden Saleh tidak terlalu banyak, namun sejarah yang mengawali pembangunan masjid ini memiliki sejarah tersendiri dengan Raden Saleh yang merupakan pelukis legendaris tersebut.
2. Masjid Matraman Jakarta
Apabila membahas sebuah masjid, maka biasanya orang akan memikirkan tentang kelebihan dari masjid tersebut, seperti kemewahan arsitekturnya, lama nya masjid tersebut dibangun, atau kenyamanannya sebagai tempat beribadah. Namun hal ini akan berbeda jika kita membahas tentang masjid jami’ Matraman.
Masjid ini memiliki sisi historis yang cukup kuat. Selain dikenal dengan sebutan masjid Bung Karno, karena masjid ini sering disinggahi oleh presiden pertama Republin Indonesia, dan juga menjadi tempat dilaksanakannya shalat jum’at pertama setelah Ir. Soekarno mendeklarasikan proklamasi, masjid ini juga memiliki banyak cerita lain yang bersejarah.
Masjid yang terletak di Jalan Matraman masjid, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat ini memiliki nama asli Masjid Jami’ Matraman dalem, yang artinya ‘Masjid Jami’ para abdi dalem’ atau masjid milik para abdi dalem mataram. Nama ini digunakan untuk penguat identitas bahwa masjid tersebut didirikan oleh masyarakat yang berasal dari mataram.
Masjid ini didirikan pada tahun 1837 M yang dipelopori oleh H. Mursalun dan Bustanul Arifin yang merupakan dua orang generasi baru keturunan Mataram yang lahir di Batavia. Masjid Jami’ Matraman semula merupakan gubuk kecil tempat pasukan Sultan Agung menjalankan shalat. Masjid ini semula merupakan gubuk kecil tempat pasukan sultan Agung shalat. Daerah ini juga dahulunya menjadi tempat bermukim prajurit- prajurit kesultanan Mataram, oleh orang Betawi disebut Matraman (asal kata Mataraman).
Masjid Jami’ matraman dibangun dengan arsitektur yang terinspirasi dari bentuk masjid di Timur Tengah dan India. Memiliki kubah yang besar dan menjulang, berada tepat di titik pusat. Di sebelah kiri dan kanan masjid berdiri tegak dua buah menara sebagai symbol keagungan Islam. Wamanya yang kuning keemasan, amat mencolok, memberi kesan berani.
Masjid ini merupakan tempat yang bersejarah di Indonesia, selain karena menyimpan bekas sejarah pasukan sultan Agung mataram dalam merebut Batavia dari tangan VOC, presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno juga menjadikan masjid ini sebagai tempat perkumpulan untuk mengadakan rapat dan menyusun strategi dalam melawan kolonialisme.
Peran masjid jami’ matraman dalam sejarah tidak berhenti sampai disitu, masjid ini juga turut berpartisipasi dalam sejarah kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Masjid ini dijadikan sebagai tempat digelarnya shalat jum’at pertama setelah Republik Indonesia merdeka, Ir. Soekarno bersama para pejuang lainnya segera menuju masjid ini untuk melaksanakan shalat jumat setelah mendeklarasikan kemerekaan Negara Republik Indonesia.
Didalam masjid ini terdapat papan kayu yang digunakan sebagai alat untuk penunjuk waktu shalat. Papan kayu ini sudah ada sejak lama, pada papan kayu tersebut bertuliskan tahun 1932. Seiring dengan berjalannya waktu, hingga saat ini masjid jami’ matraman terus berfungsi sebagai sarana pusat dakwah bagi umat islam. Pada bulan ramadhan, masid ini sering dijadikan tempat untuk melaksanakan pesantren kilat dengan daya tampung mencapai 1500 jemaah.
3. Masjid Agung Sunda Kelapa
Masjid Agung Sunda Kelapa. Masjid tak berkubah dengan domiasi bangunan berwarna hijau ini bertempat di Jl. Taman Sunda Kelapa no. 16 Menteng, Jakarta Pusat. Adalah Masjid yang memiliki bangunan besar dan pelataran yang luas. Masjid Agung Sunda Kelapa merupakan salah satu bangunan yang penting dan memiliki nilai sejarah. Nama masjid diambil dari pelabuhan yang membangun terbentuknya kota Jakarta, Sunda Kelapa.
Masjid Agung Sunda Kelapa diprakarasai oleh arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB, Ir. Gustaf Abbas pada tahun 1960. Desain eksterior pada masjid ini depenuhi dengan simbol-sombol fleksibel. Tidak seperti gaya Timur Tengah yang kerap menjadi harga mati untuk bangunan masjid. Seperti Kubah, bulan, bintang dan bedug.
Namun, bagaimana dengan sejarah Masjid Agung Sunda Kelapa ini?
Masjid Agung Sunda Kelapa berawal dri warga beragama Islam yang menginginkan sebuah masjid untuk beribadah. Kala itu, pada masa kolonial Belanda, Menteng merupakan kawasan elite dan hanya ditinggali orang-orang kaya. Sehingga tak mengherankan jika masjid begitu sulit ditemukan.
Dalam buku Dakwah Remaja, Kajian Remaja Institusi Dakwah Remaja diceritakan bahwa pengajuan tentang pembangunan Masjid Sunda Kelapa ini sudah sempat ditolak oleh Wali Kota Jakarta Soediro. Alasannnya karena pembangunan masjid di taman Sunda Kelapa merupakan hal yang menakutkan.
Subhan Z.E dan HBR Motik adalah dua pengusaha tajir yang tinggal di Banyumas, yang datang kepada Soediro untuk menyampaikan keresahan warganya karena sulit ditemukan masjid di kawasan Menteng. Setelah pengajuannya ditolak, pada tahun 1966 Motik memiliki niat untuk membangun masjid. Motik kemudian membangun Yayasan bernama Yayasan Islam Sunda Kelapa (YISK) pada 7 Oktober 1966 dan menjabat sebagai ketua. YISK dianggotai oleh H. Machmud, H. M. L. Latjuba (Wakil Ketua), Hasjim Mahdan, H. Tachyar, H. Darwis Tamin, juga H. A. H. Djunaedi.
Gubernur Jakarta kala itu, Ali Sadikin begitu mendukung penuh pembangunan masjid. Ia memberikan alternatif Lapangan Persija atau Taman Sunda Kelapa untuk dibangun masjid setelah YISK mendapat penolakan dari Bapennas terkait penyerahan bangunan kepada yayasan. Kemudian YISK memilih Taman Sunda Kelapa untuk dibangun masjid.
Menempati area 9.920 meter persegi, Masjid Agung Sunda Kelapa mampu menampung jamaah sebanyak 4.424 orang. Ditunjang dengan ruang utama, Aula Sakinah, Serambi Jayakarta. Gedung Fatahilah, Rumah Sehat dan Riska (Remaja Islam Sunda Kelapa).
Ruang sholat masjid dilengkapi dengan 2 layar lebar yang dikontrol lewat laptop memperlihatkan bacaan ayat-ayat suci Al Qur'an dan keadaan aktivitas di dalam ruang shalat. Masjid Agung Sunda Kelapa dilengkapi dengan ruangan kantor lima lantai yang siap melayani masyarakat seminggu penuh, dari pukul 08.00 hingga 20.00 WIB.
Nama Masjid Agung Sunda Kelapa semakin dikenal setelah banyak pasangan yang mengadakan upacara pernikahan di sana. Akad nikah biasanya diadakan di ruang ibadah utama, ruang jamuan di Aula Sakinah yang mampu menampung sebanyak 700 orang.
Sebagai salah satu masjid terbesar di Jakarta, Masjid Agung Sunda Kelapa telah banyak mendirikan kegitan-kegiatan keagaam yang mampu memupuk persaudaraan antar umat Islam. Yang paling mencengangkan, Masjid Agung Umat Islam menjadi saksi banyaknya masyrakat non-muslim menjadi mualaf, baik dari warga dalam negeri mapun warga dari negeri asing.
Tak hanya sebagai tempat beribadah, wisata kuliner juga dapat terjadi di Masjid Agung Sunda Kelapa. Misalnya saja ketika Ramadan berlangsung. Ada begitu banyak penjaja makanan yang berjualan di sekitar Masjid Agung. Seperti tongseng, es kelapa muda hingga Selendang Mayang yang merupakan minuman khas dari Betawi.
Masjid Agung Sunda Kelapa juga kerapkali dikunjungi politikus. Seringkali para politikus berkunjung kala pemilihan presiden hingga pemilihan gubernur untuk melakukan shalat fardu, shalat Jumat, doa bersama, hingga syukuran.
Beberapa politikus yang pernah datang ke masjid ini kala pemilu antara lain pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla tahun 2014, pasangan Prabowo – Hatta tahun 2014. Kemudian juga pada pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2017, yakni pasangan Anies – Sandi dan Agus Harimurti Yudhoyono.
4. Masjid Keramat Luar Batang
Momen Ramadan menjadi momen yang paling tepat untuk berkunjung atau berziarah. Masjid Jami Keramat Luar Batang dapat menjadi pilihan yang tepat untuk berziarah sekaligus beribadah. Adalah salah satu masjid yang merupakan bangunan bersejarah di Penjaringan, Jakarta utara.
Masjid Jami Keramat Luar Batang. Masjid yang tidak memiliki kubah, melainkan hanya ada satu atap lancip yang menyerupai cungkup pada bangunan Hindu Jawa. Masjid Jami Luar Batang berdiri didampingi dua menara berwarna putih yang atapnya berbentuk tumpan, yang menandakan bahwa Masjid tersebut adalah sebuh bangunan tua.
Kisah mengenai sejarah Masjid Jami Luar Batang tak lepas dari Habib Husein bin Abubakar bin Abdillah Alaydrus atau lebih dikenal dengan 'Habib Husein'. Seorang tokoh ulama yang merupakan seorang Arab Hadramaut yang hijrah ke tanah Jawa melalui Pelabuhan Sunda Kelapa pada 1736. Silsilahnya dikatakan tersambung kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah salah satu tokoh penentang kolonial Belanda di kawasan Sunda Kelapa pada abad ke-18. Mulanya Masjid Jami Luar batang adalah sebuah surau bernama An-Nur yang dimiliki Habib Husein.
Habib Husein meninggal dunia pada 29 Ramadan 1169 atau 24 Juni 1756. Sejarah mengatakan beliau akan dimakamkan di tanah abang. Namun pada saat jenazahnya digotong menggunakan kurung batang untuk dibawa ke pemakaman di Tanah Abang, mereka tidak menemukan jenazah Habib Husein di kurung batang tersebut. Melainkan Jenazah Habib Husein didapati masih berada di kediamannya. Kejadian tersebut berulang hingga akhirnya Habib Husein dimakamkan di samping Masjid Keramat Luar Batang.
Surau milik Habib Husein tersebut kemudian dibangun menjadi masjid setelah Habib Husein meninggal dunia. Untuk mengenang jasa beliau karena syiarnya dalam menyebarkan agama Islam, penduduk Luar Batang kemudian menamai Masjid tersebut sebagai Masjid Jami Keramat Luar Batang dan menyebut Habib Husein sebagai Habib Luar Batang.
Masjid Jami Keramat Luar batang kemudian diresmikan sebagai “Benda Cagar Budaya”. Pemugaran dan Peresmian Masjid Jami Keramat Luar Batang tak lepas dari peran gubernur-gubernur DKI Jakarta yang menjabat pada masa periodenya. Seperti Prasasti batu pertama yang diletakkan di ruang utama yang biasa digunakan untuk sholat, yaitu prasasti peletakkan batu pertama pada tanggal 6 September 1991 yang ditandatangi oleh Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Wiyogo Atmodarminto dan prasasti kedua oleh Gubernur Soedarji Soedirja pada tanggal 5 September 1997.
Kini, masjid tersebut telah kedatangan banyak peziarah dari berbagai daerah dari seluruh Indonesia. Makam Habib Husein yang berada di samping masjid seolah menjadi magnet bagi penduduk Indonesia untuk datang memanjaatkan doa. Berbagai fasilitas pendukung disiapkan seperti area parkir yang representatif dan air bersih untuk berwudhu. Serta acara-acara keislaman untuk mempererat persaudaraan seagama.