4 Masjid Bersejarah di Jakarta Cocok untuk Ngabuburit Sekalian Ibadah

Selasa, 07 Mei 2019 | 16:15 WIB
4 Masjid Bersejarah di Jakarta Cocok untuk Ngabuburit Sekalian Ibadah
Masyarakat muslim berkunjung dan beribadah di makam Al Habib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al'Aydrus di komplek Masjid Jami Keramat Luar Batang, Jakarta, Selasa (7/6).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

3. Masjid Agung Sunda Kelapa

Masjid Agung Sunda Kelapa. Masjid tak berkubah dengan domiasi bangunan berwarna hijau ini bertempat di Jl. Taman Sunda Kelapa no. 16 Menteng, Jakarta Pusat. Adalah Masjid yang memiliki bangunan besar dan pelataran yang luas. Masjid Agung Sunda Kelapa merupakan salah satu bangunan yang penting dan memiliki nilai sejarah. Nama masjid diambil dari pelabuhan yang membangun terbentuknya kota Jakarta, Sunda Kelapa.

Masjid Agung Sunda Kelapa diprakarasai oleh arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB, Ir. Gustaf Abbas pada tahun 1960. Desain eksterior pada masjid ini depenuhi dengan simbol-sombol fleksibel. Tidak seperti gaya Timur Tengah yang kerap menjadi harga mati untuk bangunan masjid. Seperti Kubah, bulan, bintang dan bedug.

Namun, bagaimana dengan sejarah Masjid Agung Sunda Kelapa ini?

Baca Juga: Ngabuburit Anti Bosan Taman Safari, Naik Kuda Poni Sambil Nunggu Bedug

Masjid Agung Sunda Kelapa berawal dri warga beragama Islam yang menginginkan sebuah masjid untuk beribadah. Kala itu, pada masa kolonial Belanda, Menteng merupakan kawasan elite dan hanya ditinggali orang-orang kaya. Sehingga tak mengherankan jika masjid begitu sulit ditemukan.

Dalam buku Dakwah Remaja, Kajian Remaja Institusi Dakwah Remaja diceritakan bahwa pengajuan tentang pembangunan Masjid Sunda Kelapa ini sudah sempat ditolak oleh Wali Kota Jakarta Soediro. Alasannnya karena pembangunan masjid di taman Sunda Kelapa merupakan hal yang menakutkan.

Subhan Z.E dan HBR Motik adalah dua pengusaha tajir yang tinggal di Banyumas, yang datang kepada Soediro untuk menyampaikan keresahan warganya karena sulit ditemukan masjid di kawasan Menteng. Setelah pengajuannya ditolak, pada tahun 1966 Motik memiliki niat untuk membangun masjid. Motik kemudian membangun Yayasan bernama Yayasan Islam Sunda Kelapa (YISK) pada 7 Oktober 1966 dan menjabat sebagai ketua. YISK dianggotai oleh H. Machmud, H. M. L. Latjuba (Wakil Ketua), Hasjim Mahdan, H. Tachyar, H. Darwis Tamin, juga H. A. H. Djunaedi.

Gubernur Jakarta kala itu, Ali Sadikin begitu mendukung penuh pembangunan masjid. Ia memberikan alternatif Lapangan Persija atau Taman Sunda Kelapa untuk dibangun masjid setelah YISK mendapat penolakan dari Bapennas terkait penyerahan bangunan kepada yayasan. Kemudian YISK memilih Taman Sunda Kelapa untuk dibangun masjid.

Menempati area 9.920 meter persegi, Masjid Agung Sunda Kelapa mampu menampung jamaah sebanyak 4.424 orang. Ditunjang dengan ruang utama, Aula Sakinah, Serambi Jayakarta. Gedung Fatahilah, Rumah Sehat dan Riska (Remaja Islam Sunda Kelapa).

Baca Juga: Nonton Film Jadi Aktivitas Favorit untuk Ngabuburit

Ruang sholat masjid dilengkapi dengan 2 layar lebar yang dikontrol lewat laptop memperlihatkan bacaan ayat-ayat suci Al Qur'an dan keadaan aktivitas di dalam ruang shalat. Masjid Agung Sunda Kelapa dilengkapi dengan ruangan kantor lima lantai yang siap melayani masyarakat seminggu penuh, dari pukul 08.00 hingga 20.00 WIB.

Nama Masjid Agung Sunda Kelapa semakin dikenal setelah banyak pasangan yang mengadakan upacara pernikahan di sana. Akad nikah biasanya diadakan di ruang ibadah utama, ruang jamuan di Aula Sakinah yang mampu menampung sebanyak 700 orang.

Sebagai salah satu masjid terbesar di Jakarta, Masjid Agung Sunda Kelapa telah banyak mendirikan kegitan-kegiatan keagaam yang mampu memupuk persaudaraan antar umat Islam. Yang paling mencengangkan, Masjid Agung Umat Islam menjadi saksi banyaknya masyrakat non-muslim menjadi mualaf, baik dari warga dalam negeri mapun warga dari negeri asing.

Tak hanya sebagai tempat beribadah, wisata kuliner juga dapat terjadi di Masjid Agung Sunda Kelapa. Misalnya saja ketika Ramadan berlangsung. Ada begitu banyak penjaja makanan yang berjualan di sekitar Masjid Agung. Seperti tongseng, es kelapa muda hingga Selendang Mayang yang merupakan minuman khas dari Betawi.

Masjid Agung Sunda Kelapa juga kerapkali dikunjungi politikus. Seringkali para politikus berkunjung kala pemilihan presiden hingga pemilihan gubernur untuk melakukan shalat fardu, shalat Jumat, doa bersama, hingga syukuran.

Beberapa politikus yang pernah datang ke masjid ini kala pemilu antara lain pasangan Joko Widodo – Jusuf Kalla tahun 2014, pasangan Prabowo – Hatta tahun 2014. Kemudian juga pada pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2017, yakni pasangan Anies – Sandi dan Agus Harimurti Yudhoyono.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI