Suara.com - Kewenangan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Panjaitan di kubu capres 01 petahana Joko Widodo (Jokowi) membuat Koordinator Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Yusuf Muhammad Martak bertanya-tanya.
Keheranan Yusuf Martak itu berkaitan dengan peran Luhut sebagai utusan Jokowi untuk menemui capres 02 Prabowo Subianto setelah hari pencoblosan, Rabu (17/4/2019) lalu. Ia menyampaikannya dalam tayangan Rosi di Kompas TV, Kamis (2/5/2019) kemarin.
Mulanya, anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB), memuji sikap positif Jokowi untuk membangun silaturahmi bersama kubu 02 dengan mengirim seorang utusan.
"Dari awal itu ada gestur untuk membangun silaturahmi kembali," kata TGB. "Menyampaikan, 'Saya mengutus seseorang,' tapi kemudian kan belum-belum ditutup pintunya."
Baca Juga: Disangka Bercanda, Luhut Tegaskan Serius Pindahkan Ibu Kota Negara
Saat ditanyai presenter Rosianna Silalahi, apakah itu upaya rekonsiliasi, TGB membenarkan dan menambahkan, "Ya, untuk mengurangi kristalisasi kita."
"Tapi pertanyaannya, apakah upaya rekonsiliasi itu sudah saatnya?" tanya Rosianna Silalahi lagi.
Yusuf Martak kemudian menanggapi pertanyaan tersebut dengan menanyakan terlebih dahulu sosok yang menjadi utusan dari Jokowi untuk menemui Prabowo.
"Saya enggak tahu siapa yang diutus," aku Yusuf Martak.
"Kalau kemarin kan sosok yang diutus adalah Pak Luhut Binsar Panjaitan..." jawab Rosianna Silalahi.
Baca Juga: Soal Banjir di Jakarta, Luhut: Jangan Saling Menyalahkan
Yusuf Martak lantas menanyakan alasan Luhut pantas ditunjuk Jokowi sebagai utusan. Rosianna Silalahi lalu menjawab, seperti sejumlah pemberitaan sebelumnya, Luhut dianggap dekat dengan Prabowo.
Namun, Yusuf Martak bersikeras beranggapan bahwa tak seharusnya Luhut yang ditunjuk sebagai utusan. Ia juga tampak heran atas keterlibatan Luhut dalam setiap masalah yang berkaitan dengan Jokowi.
"Apakah Pak Luhut presiden? Setiap masalah Pak Luhut harus turun," tandas Yusuf Martak.
"Dari awal sudah menyatakan hal yang tidak sesuai. Kalau memang mengutus, utuslah, mungkin, Tuan Guru Bajang, seorang ulama, mendekati, karena Pak Prabowo banyak didukung oleh ulama. Kan begitu," tambahnya.
"Apakah Pak Kiai Maruf Amin memanggil kita. Akan lebih soft. Kalau sudah yang diutus seperti begitu, terus pertemuannya hanya berdua, ini kan akhirnya menimbulkan perpecahan lagi di antara kita."
Selain itu, ia juga beranggapan, jika pemenang Pilpres 2019 memang belum ditentukan, maka tak perlu ada rekonsiliasi antara kubu 01 dan 02.