Suara.com - Koalisi Masyarakat sipil Anti Korupsi bersama mantan komisioner KPK, Abraham Samad mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jumat (3/5/2019). Kedatangan tersebut untuk mendesak pimpinan KPK agar menyampaikan perkembangan atas laporan pelanggaran etik yang terjadi di KPK.
"Hingga kini pimpinan KPK tidak kunjung mengumumkan terkait perkembangan pelaporan koalisi ini. Padahal koalisi sebagai pelapor mempunyai hak untuk diberikan informasi terkait hal itu oleh KPK. Dengan kondisi seperti ini, dikhawatirkan akan mengurangi nilai transparansi dan akuntabilitas yang selama ini dikenal di lembaga anti rasuah," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, Kurnia Ramadhana di gedung KPK, Jumat (3/5/2019).
Ramadhana yang juga aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut ada yang patut menjadi perhatian, yakni isi petisi dari wadah pegawai KPK yang mengeluh tentang mandeknya penanganan kasus di internal kedeputian penindakan. Di mana ada beberapa poin dalam petisi tersebut.
Pertama, mengenai lambatnya penanganan perkara pada tingkat ekspose. Kemudian kebocoran informasi pada saat melakukan penyelidikan.
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Salahkan Wiranto soal Perppu Ormas
Ketiga, tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi. Keempat, tidak disetujui penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencegahan maupun penangkalan, terakhir adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat.
"Jadi ada dua isu semakin menegaskan kesimpulan bahwa ada persoalan serius di internal KPK yang mestinya cepat diselesaikan. Kami meminta agar pimpinan KPK memberikan respon mengenai perkembangan penanganan berbagai laporan dugaan pelanggaran etik di internal lembaga anti korupsi tersebut dan pimpinan KPK segera menindaklanjuti petisi yang telah dilayangkan wadah pegawai, demi menjaga kredibilitas dan integritas KPK," papar Ramadhana.
Sementara itu, mantan pimpinan KPK, Abraham Samad pada kesempatan yang sama mengatakan ingin berdiskusi bersama Ketua KPK, Agus Rahardjo untuk menindaklanjuti hal-hal yang menganggu internal KPK.
"Di dalam diskusi nanti kita ingin memberikan support ya, sekaligus meminta pimpinan KPK supaya tidak takut dan tidak loyo untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sedang terjadi di KPK," ujar Abraham.
Untuk diketahui, pada Oktober 2018, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mendatangi KPK untuk melaporkan dua orang pejabat tinggi KPK, yakni Brigadir jenderal Polisi Firli selaku Deputi Penindakan dan Pahala Nainggolan, selaku Deputi Pencegahan.
Baca Juga: Setelah ke Bareskrim, HMI Laporkan Saut ke Komite Etik KPK
Diduga keduanya melanggar etik sebagaimana tertuang dalam Peraturan KPK No 7 Tahun 2013 tentang Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Untuk Brigjen Firli sendiri diduga melanggar kode etik karena bertemu serta bermain tenis dengan Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang, pada 13 Mei 2018.
Padahal diketahui bahwa lembaga anti rasuah itu tengah melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (PT. NTT) yang kini bernama PT Amman Mineral Nusa Tenggara. Kasus ini diduga melibatkan TGB, bahkan yang bersangkutan juga telah diperiksa oleh KPK.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menilai perbuatan Deputi Penindakan KPK ini berpotensi melanggar peraturan a quo pada poin integritas angka 12 yang menyebutkan pelarangan bagi pegawai KPK untuk mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau terdakwa atau terpidana atau pihak lain yang diketahui oleh penasihat/pegawai yang bersangkutan perkaranya sedang ditangani oleh KPK, kecuali dalam melaksanakan tugas.
Sedangkan Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan KPK, diketahui mengirimkan surat balasan perihal pengecekan rekening pada salah satu bank swasta. Hal yang janggal adalah perusahaan yang mengirimkan surat pada KPK tersebut tidak sedang berperkara di lembaga anti korupsi itu. Maka dapat disimpulkan bahwa surat tersebut tidak ada urgensinya untuk ditindaklanjuti oleh KPK.