Siapa Demonstran Hitam-hitam saat Aksi May Day 2019?

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 01 Mei 2019 | 19:58 WIB
Siapa Demonstran Hitam-hitam saat Aksi May Day 2019?
[dokumentasi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peringatan Hari Buruh 2019 di Jakarta hari ini menyisakan berbagai coretan vandalisme di berbagai titik.

Salah satu titik yang paling mencolok berada di Tosari dekat Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.

Coretan makian terhadap peraturan pemerintah hingga selebaran tentang pejuang buruh Marsinah tertempel di separator bus TransJakarta dan seng penutup proyek pedestrian di depan Gedung Menara BCA.

"Lawan Oligarki, Happy Mayday! Aku sakit karena jam kerja!" tulis demonstran berpakaian serba hitam, memakai piloks.

Baca Juga: Pengacara HAM Kecam Aksi Pemukulan Demonstran Anarkis Saat May Day Bandung

Hal serupa juga terjadi di banyak daerah Indonesia. Oleh media-media massa, disebutkan pelaku vandalisme itu adalah “penyusup” berpakaian serba hitam, juga berbendera hitam.

Namun, secara global, mereka sebenarnya adalah kelompok anarkis dan juga varian-varian lainnya—terutama kaum sindikalis.

Anarkisme dan Vandalisme

Anarkisme, di Indonesia, kerap diasosiasikan sebagai pelaku-pelaku kekerasan serta perusakan nan brutal.

Namun, sejatinya, Anarkisme adalah sistem filsafat yang intinya menilai negara adalah institusi sosial yang justru membuat manusia tak bisa memenuhi semua potensi dirinya, baik dalam aspek kesejahteraan maupun spiritual.

Baca Juga: Aksi May Day di Papua, Pemerintah Dituntut Selesaikan Kasus Buruh Freeport

Maka, menurut filsafat Anarkisme dengan tokoh penganjurnya yang beken, Mikhail bakunin (1814 – 1876), negara harus dihancurkan seketika sehingga publik bisa membentuk komunitas-komunitas swadaya tanpa ada perbedaan kelas.

Secara historis, kaum anarkis berperan dalam kisah epik Komune Paris 1871. Kaum anarkis dengan beragam variannya juga berperan dalam perang saudara di Spanyol 1936-1939, ketika mereka berperang melawan rezim fasis Franco. Kala itu, basis terkuat kaum anarkis berada di Catalonia alias Barcelona.

Pada era kontemporer, kaum anarkis beserta segala variannya berperan dalam menginisiasi gerakan anti-Kapitalisme selama pertemuan rutin World Trade Organization (WTO) tahun 1999. Mereka juga ikut menginisiasi gerakan Occupy Wall Street tahun 2011.

Kekinian, dalam aksi-aksinya, kaum anarkis kerap mempraktikkan aksi vandalisme alias perusakan terhadap bangunan-bangunan milik kaum kapitalis global.

Chris Bowen, tokoh anarkis di Kanada dalam artikel wawancara berjudul Vandalism a central part of anarchists' tactics, di laman daring The Globe and Mail, 27 Juni 2010, menjelaskan mengapa vandalisme menjadi taktik.

”Ketika bangunan dihancurkan dan tidak ada yang terluka, siapa yang peduli?" kata Bowen.

"Itu jendela yang pecah, bukan kehidupan. Kekerasan justru dari perusahaan-perusahaan kapitalistik. Mereka merusak lingkungan, mereka menghancurkan kehidupan kita semua. Jadi, siapakah yang melakukan aksi vandal sebenarnya?”

Anarkisme di Indonesia

Edward Douwes Dekker alias Multatuli disebut oleh kaum anarkis sebagai inspirator pertama gerakan mereka di Indonesia.

Sebab, teks-teks Multatuli memberikan pengaruh signifikan terhadap pekerja anarkis dan sindikalis di Belanda pada awal abad ke-20.

Hal itu terekam dalam buku karya M Welcker tahun 1992 berjudul ”Eduard Douwes Dekker, Biografisch Woordenboek van het Sosialisme en de Arbeiderbeweging di Nederland.” (hal 45-58).

Penulis Belanda, K van Dijk, dalam buku terbit tahun 2007 berjudul The Nederlands Indies and the Great War 1914–1918, mengutip pernyataan anggota Indian Social Democratic Union yang menyebut Douwes Dekker sebagai ’Nasionalis  Anarkis’ (hal 47-50).

Sementara anarkisme sebagai praktik perjuangan, juga terekam ada  di Indonesia pada masa pergerakan pra-kemerdekaan.

Misalnya, dalam surat kabar lokal Surabaya, Jawa Timur, yakni Soerabaijasch Nieuwsblad, menuliskan artikel tentang pemberotakan anggota Serikat Tentara dan Pelaut (Union of Soldiers and Sailors), November 1918.

Mereka melawan institusi angkatan laut kerajaan Belanda dan mendirikan dewan tentara dan pelaut. Terdapat pengaruh anarkis dalam gerakan tersebut terekam dalam barisan kalimat artikel Soerabaijasch Nieuwsblad yang menyebutkan: ”Ada pelaut yang sangat muda dengan ide anarkis yang jelas”.

Sementara mengenai kelompok anarkis pertama di Indonesia, berdasarkan buku sejarah, muncul antara tahun 1914-1916. Hal terebut terdapat dalam buku  Review of the Anarchist Movement in the South Seas.

Pada buku itu, terdapat bukti publikasi anarkis China tahun 1927, bahwa ada kelompok mereka yang menyebar propaganda anarkisme di Hindia Belanda dengan mendirikan surat kabar Minsheng (Suara Rakyat) tahun 1927.

Namun, pada era awal setelah Indonesia merdeka, kaum anarkis di Indonesia tak memunyai peran signifikan.

Bahkan, Presiden Soekarno sempat mengkhawatirkan kecenderungan alias tendensi anarko-sindikalisme di Partai Buruh Indonesia, seperti terdapat dalam buku GA van Klinken tahun 2003, berjudul Minorities, Modernity and the Emerging Nation. Christians in Indonesia, a Biographical Approach. (hal 193).

Gerakan anarkisme di Indonesia kembali mencuat sejak era 1990-an, melalui menjamurnya komunitas-komunitas musik punk dan hardcore.

Kekinian, banyak dari kelompok anarkis di Indonesia melakukan kerja-kerja pengorganisasian di tingkat akar rumput, terutama pada kaum petani dan buruh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI