Ketua KPU Curhat Kerap Dicaci: Hati Kecil Menangis, Tak Usah Diperlihatkan

Sabtu, 27 April 2019 | 14:48 WIB
Ketua KPU Curhat Kerap Dicaci: Hati Kecil Menangis, Tak Usah Diperlihatkan
Komisioner Bawaslu dan KPU dalam acara diskusi di kawasan Jakpus. (Suara.com/Ria Rizki)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua KPU RI Arief Budiman mengaku kerap mendapatkan protes hingga caci maki menyusul banyaknya anggota KPPS yang meninggal dunia saat bertugas melaksanakan pemilu. Padahal KPU sebelumnya telah berusaha penuh untuk mendapatkan jaminan kesehatan bagi petugas pemilu meskipun akhirnya ditolak.

Penolakan tersebut terjadi saat KPU saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat bersama DPR dan pemerintah. Melihat begitu beratnya pemilu 2019 yang harus dilaksanakan secara serentak, membuat KPU ingin mengadakan jaminan lebih bagi para petugasnya, salah satunya ialah penambahan honor.

"Ini KPPS kerja berat, bebannya jauh lebih berat daripada pemilu 2014, kami usulkan honornya ditambah, tapi ditolak, jadi miris. Hati kecil saya menangis tapi kan nggak perlu diperlihatkan," kata Arief dalam diskusi bertajuk 'Silent Killer' di D'Consulate Lounge, Jalan KH Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4/2019).

Bukan hanya penambahan honor bagi petugas KPPS saja yang ditolak akan tetapi juga jaminan kesehatan yang diajukan oleh KPU. Arief menilai jaminan kesehatan berupa asuransi tersebut ditolak lantaran minimnya anggaran yang dimiliki pemerintah.

Baca Juga: Rambut Rontok dan Bau Tak Sedap di Selangkangan, Gara-Gara Diet Keto?

"KPU usulkan, ini kerja panjang, ini kerja besar, harus ada asuransinya tapi ditolak. Ya mungkin kemampuan anggaran terbatas, jadi enggak bisa. Tambah honor enggak bisa, ajukan asuransi enggak bisa, akhirnya jalan lah kita," ujarnya.

Di sisi lain Arief kemudian mencurahkan isi hatinya bahwa dengan banyaknya petugas KPPS yang kelelahan hingga meninggal dunia, KPU lah yang menjadi sasarannya. KPU menerima sejumlah nada protes hingga dinilai tidak manusiawi karena dianggap abai dengan kondisi kesehatan para petugas KPPS.

Padahal Arief mengungkapkan kalau KPU mengikuti aturan yang ditetapkan oleh keputusan Mahkahmah Konstitusi (MK) di mana penghitungan suara di setiap TPS harus selesai pada 17 April. Adapun tambahan waktu yang sudah ditentukan ialah maksimal pada keesokan harinya pukul 12 siang.

Dengan adanya peraturan tersebut, KPU memberikan pengarahan kepada seluruh petugas KPPS untuk mengatur ritme kerja saat 17 April atau hari pemungutan suara. Apalagi kata Arief, KPU telah mengatur kalau per TPS hanya bisa menampung 300 pemilih.

"Apakah KPU tidak lakukan sesuatu? Sudah, kita sudah antisipasi ini sejak awal. UU pemilu katakan pemilih 500 per TPS, tapi KPU lakukan simulasi ternyata bekerja overtime, makanya dikurangi jadi 300," pungkasnya.

Baca Juga: Arkadia Berbagi 2019 : Bincang Gizi Bersama Pakar dan Anak Yatim Piatu

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI