Lapor Pelecehan Seksual, Penumpang Malah Disebut Petugas KAI Anak Karaokean

Kamis, 25 April 2019 | 13:29 WIB
Lapor Pelecehan Seksual, Penumpang Malah Disebut Petugas KAI Anak Karaokean
Seorang perempuan mengacungkan tangan tandan penolakan. Ilustrasi pelecehan seksual. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengakuan tentang pelecehan seksual yang dialami perempuan penumpang kereta api viral di Twitter.

Berdasarkan keterangan korban, petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI) justru tidak memberikan bantuan yang memuaskan dan malah merendahkan dirinya.

Pengakuan korban tersebut langsung tersebar luas di Twitter, tak lama setelah diunggah pada Rabu (24/4/2019) pagi.

Korban pelecehan seksual ini menggunakan bahasa Inggris dalam menceritakan kejadiannya.

Baca Juga: Ada Penusukan dan Pelecehan Seksual, TransJakarta Timbang Tambah CCTV

Menurut yang diceritakan korban, dirinya mengalami pelecehan seksual, hari Selasa (23/4/2019). Si pelaku adalah pelanggan KAI berinisial AR.

Ia menjelaskan, AR biasa menumpangi kereta dari Jakarta ke Kota Surabaya dan sebaliknya, setiap dua pekan.

Korban menceritakan, awalnya AR bersikap sopan dan mengajaknya mengobrol di kereta. melalui perbincangan itu, AR mengklaim sebagai junior ayah korban di tempat kerja.

Tapi setelahnya, pada sekitar pukul 2 pagi, AR melakukan sejumlah pelecehan seksual terhadap korban. Karena takut nyawanya terancam, korban diam.

Sebagai bentuk perlawanan terhadap pelecehan tersebut, korban menjauhkan diri dari AR dan pura-pura tertidur di balik selimut.

Baca Juga: Polisi Selidiki Dugaan Pelecehan Seksual di Pondok Pesantren Al-Mubarok

Namun, AR ternyata masih nekat untuk menggoda korban. Bahkan, AR mengelus tangan dan perutnya lalu mengarahkan tangannya ke alat vital AR.

Ketika itulah korban mengumpulkan segenap keberaniannya untuk bertindak. Ia berdiri dari kursi dan melaporkan kejadian yang ia alami ke kondektur.

Pelaku AR sempat berusaha kabur untuk turun dari kereta di stasiun terdekat. Tapi, AR berhasil ditangkap karena kereta tak berhenti di setiap stasiun.

Korban lalu mengatakan akan melaporkan pelecehan seksual itu ke anak dan istri AR dan mengadukannya ke ayah.

Setelah dilawan, pelaku sempat secara enteng meminta maaf kepada korban.

"Ayo Mbak, saya minta maaf, shake my hand (salaman) biar sama-sama enak," terang korban mengulangi pernyataan pelaku saat itu.

Tak hanya dilecehkan oleh pelaku, korban juga merasa martabatnya direndahkan oleh petugas PT KAI yang bertugas di kereta.

Sebab, ketika ia mengadukan peristiwa itu, petugas keamanan kereta justru menyebutnya seperti 'anak karaokean'. Tak hanya itu, petugas keamanan KAI juga menyebut korban sebagai 'bukan anak baik-baik'.

"Ah biasalah Mbak, namanya juga cowok. Mending kita omongin baik-baik. Dia pelanggan, saya harus jaga privasinya. Lagi pula, mbaknya lagian terlihat seperti anak karokean. Bukan anak baik-baik, jelas aja dia berani," kata korban menirukan ucapakan petugas keamanan KAI.

Atas dasar pengalamannya itulah, korban menegaskan setiap kaum perempuan maupun laki-laki harus mengetahui prinsip-prinsip kesetaraan gender.

Untuk diketahui, laki-laki kerap melanggengkan pola pikir yang merendahkan perempuan atau yang disebut sebagai maskulinitme sebagai turunan dari budaya patriarki.

Maskulinisme adalah bagian dari budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai 'gender kedua' alias warga negara rendahan.

Ferrell Christensen, filsuf yang menjadi profesor di University of Alberta Kanada, menjelaskan maskulinisme dipakai sebagai terminologi untuk merujuk situasi politik, ekonomi, sosial dan budaya yang didominasi karakter maskulin nan macho seorang pria.

Dengan demikian, banyak lelaki yang tak mau dianggap salah kalau berhadapan dengan perempuan, termasuk dalam kasus pelecehan seksual. 

"This is why we need feminism (Inilah alasan kita membutuhkan feminisme, -red)," kata korban mengakhiri tulisannya di media sosial.

Catatan Redaksi: Foto dalam artikel ini sudah diganti dengan ilustrasi pada hari Kamis (25/4/2019) pukul 13.00 WIB. Teks dalam artikel ini juga kembali disunting. Semua itu merupakan respons atas kritik dari publik dan korban.

Redaksi Suara.com juga sudah menghubungi korban untuk meminta maaf karena sebelumnya menggunakan foto dirinya, sehingga secara etiket tak melindungi korban pelecehan seksual.

Dengan ini, kami meminta maaf kepada korban dan publik atas kesalahan tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI