Suara.com - Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI mengusulkan agar pemilihan umum 2024 atau di masa mendatang menggunakan pemungutan suara secara elektronik atau e-voting. Namun e-voting masih dalam perdebatan.
Pemungutan suara secara elektronik merupakan cara yang paling efektif, dibandingkan dengan pemungutan suara secara manual yang pada Pemilu 2019 menyebabkan sejumlah anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara atau KPPS meninggal dunia akibat kelelahan.
"Memang e-voting masih menjadi perdebatan. LIPI sendiri masih melakukan kajian karena e-voting tidak berarti juga bisa bebas dari kecurangan," kata Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor saat dihubungi di Jakarta, Selasa (24/4/2019).
Terkait dengan penolakan sejumlah pihak terhadap pemungutan suara secara elektronik, Firman menilai hal itu dikembalikan kepada perpaduan teknologi dan niat baik politikus di DPR yang membuat aturan tentang pemilu.
Baca Juga: Duka di Balik Pesta Demokrasi Bernama Pemilu Serentak 2019
"Jangan politisi mempertahankan pemungutan suara manual mengatasnamakan aturan main tetapi ada niat tersembunyi," tutur dia.
Menurut Firman, pemungutan suara secara elektronik relevan untuk menjawab fenomena anggota KPPS yang meninggal dunia dalam tugas melaksanakan Pemilu 2019, daripada wacana kembali memisahkan pemilihan presiden dengan pemilihan legislatif.
"Korban yang jatuh menurut saya mencerminkan ketegangan dan tekanan mental para penyelenggara pemilu, di samping mungkin kondisi tubuh yang tidak optimal," kata dia.
Firman mengatakan bahwa ketegangan dan tekanan mental yang dihadapi para penyelenggara pemilu itu bisa jadi karena rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang mereka emban.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyebutkan hingga Senin (22/4/2019) malam, jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia 91 orang tersebar di 19 provinsi, sedangkan 374 petugas sakit. (Antara)
Baca Juga: Sandiaga Uno Salat Gaib untuk Petugas Pemilu yang Meninggal saat Bertugas