Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitme untuk meningkatkan sinergitas dan kordinasi dalam percepatan reklamasi dan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).
Hal tersebut dilakukan karena masih banyaknya dampak terhadap lingkungan, yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan, seperti peningkatan erosi dan run-off dan terganggunya daerah tangkapan air (watershed area).
Komitmen ini dituangkan dalam nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) tentang Peningkatan Koordinasi Pelaksanaan Tugas Bidang LHK dan Bidang ESDM, yang ditandatangani oleh Menteri LHK dan Menteri ESDM.
"MoU ini menjadi sebuah upaya bersama untuk mensinergikan tugas dan fungsi masing-masing kementerian, dan didasarkan atas prinsip-prinsip kerjasama koordinasi, dan juga saling membantu satu sama lain, dan
Baca Juga: Bangun Pusat Ekonomi Jawa - Bali, KLHK dan Wakatobi Lakukan Kerja Sama
"Ini semua menjadi komitmen kita bersama, bagaimana meningkatkan produktivitas dari kegiatan pertambangan, tanpa melupakan dampak-dampak yang terjadi, dan tentunya upaya kita bersama untuk dapat menyeimbangkan lingkungan yang ada," tutur Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono, mewakili Menteri LHK, Siti Nurbaya, saat membuka Rapat Koordinasi Reklamasi Hutan dan Rehabilitasi DAS, di Jakarta (23/4/2019).
Saat ini, Indonesia memiliki DAS seluas 189.278.753 hektare, yang terbagi atas 17.076 DAS, dimana seluas 106.884.471 hektare atau sebanyak 2.145 DAS tergolong rusak/perlu dipulihkan. Berdasarkan data KLHK, terdapat lebih dari 14.006.450 hektare lahan kritis di Indonesia, yang menjadi isu utama dalam pemulihan DAS.
“Salah satu penyebab terjadinya lahan kritis adalah kegiatan-kegiatan non - kehutanan, termasuk kegiatan pertambangan. Oleh sebab itu, kegiatan pertambangan wajib ikut berperan serta dalam upaya pemulihan DAS melalui reklamasi hutan bekas tambang, serta rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS)," tegas Bambang.
Reklamasi hutan wajib dilaksanakan oleh pemegang Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pada kawasan hutan yang terganggu (on-site), sedangkan kewajiban rehabilitasi DAS merupakan kegiatan penanaman pada lokasi lahan kritis, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, yang berada di luar areal IPPKH (off-site).
Menurutnya, hingga Maret 2019, KLHK mencatat, pelaksanaan reklamasi oleh pemegang IPPKH telah terlaksana seluas 31.3512,67 hektaer (37,75 persen) dari total luas lahan yang telah dibuka seluas 83.467,74 hektare. Sementara pelaksanaan rehabilitasi DAS baru mencapai seluas 50.827,65 hektare (18,19 persen) dari total luas rehabilitasi DAS seluas 527.984,32 hektare.
Baca Juga: KLHK Sambut Baik Penolakan Praperadilan Tersangka Kasus Kayu Ilegal
Adapun untuk reboisasi lahan kompensasi baru terlaksana seluas 151,82 hektare (1,39 persen), dari total luas lahan IPPKH wajib reboisasi kompensasi seluas 10.789,09 hektare.
Sebagai salah satu program prioritas nasional, Bambang berharap, upaya pemulihan DAS melalui program RHL tahun 2019 dan kegiatan Reklamasi Hutan dan Rehabilitasi DAS oleh Pemegang IPPKH, dapat dilaksanakan tepat waktu dan sesuai ketentuan.
Senada dengan Bambang, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Ego Syahrial berpendapat, upaya percepatan reklamasi menjadi fokus kedua Kementerian.
“Selain bertujuan mencegah erosi atau mengurangi kecepatan air limpasan, reklamasi bertujuan untuk menjaga lahan agar tidal labil dan lebih produktif. Hadirnya reklamasi diharapkan dapat menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang lebih baik, dibandingkan dengan kondisi sebelum dilakukan pertambangan," ujarnya.
Berdasarkan data 2018, ia menerangkan, sektor ESDM telah menyumbangkan kurang lebih 50 persen dari total Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar kurang lebih Rp 400 triliun. Kegiatan pertambangan itu sendiri telah menyumbang hampir lebih dari Rp 50 triliun, yaitu 156 persen lebih besar dari target Rp 30 triliun.
Mendukung kepatuhan terhadap reklamasi, Ego juga menjelaskan bahwa pada 2015 - 2018, Kementerian ESDM telah bekerja sama dengan KPK melakukan penataan izin usaha pertambangan (IUP).
“Dari hampir 11.000 yang sudah kita tata, yang sudah IUP Clear and Clean (CNC) berjumlah 4.335, sehingga cukup signifikan upaya yang sudah kita lakukan," jelasnya.
Kewajiban reklamasi dan paska tambang melekat pada pemegang IUP, selanjutnya pemegang IUP tersebut wajib menempatkan jaminan dengan tidak menghilangkan kewajiban reklamasi dan paska tambang.
Kegiatan paska tambang bertujuan untuk menyelesaikan pemulihan lingkungan hidup dan sosial pada saat kegiatan tambang berakhir, dengan fokus utama keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat.
"Kinerja reklamasi tambang mengalami peningkatan cukup baik selama 5 tahun terakhir. Di akhir tahun 2014, sudah lebih dari 6.600 hektare dilakukan reklamasi, dan ini meningkat terus hingga tahun 2018, sudah lebih dari 6.900 hektare. Di akhir tahun 2019, kita harapkan lebih dari 7.000 hektare reklamasi dapat diselesaikan," ujarnya.
Selain itu, terkait pemegang IPPKH, Ego menjelaskan, reklamasi telah terlaksana lebih dari 31.000 hektare, sedangkan dari rehabilitasi DAS telah mencapai lebih dari 50.000 hektare, dan realisasi reboisasi sudah lebih dari 150.000 hektare.
Di sisi lain, Ego menyampaikan masih ada sejumlah isu reklamasi yang perlu diselesaikan bersama, antara lain terkait revisi Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, khususnya substansi penerapan jaminan reklamasi dalam kawasan hutan, yang akan tumpang tindih dengan jaminan reklamasi di sektor ESDM, kemudian kesulitan penentuan lokasi rehabilitasi DAS bagi pemegang IPPKH, serta terkait dengan isu kuota IPPKH yang terbatas, sehingga pada pemegang IPPKH belum mendapat kepastian usaha.
Dengan demikian, pihaknya sangat berharap MoU antar kedua kementerian dapat segera ditindaklanjuti lebih detail melalui Perjanjian Kerjasama.
Terdapat 14 fokus yang menjadi ruang lingkup dari MoU ini, yaitu :
1. Reklamasi Hutan dan Rehabilitasi DAS
2. Pengendalian, penertiban, dan penataan perizinan bidang ESDM
3. Sinkronisasi penggunaan kawasan hutan.
4. Pengawasan penanganan permasalahan dan penegakan hukum bidang LHK dan bidang ESDM.
5. Pengendalian pertambangan skala kecil dalam rangka transformasi penghapusan merkuri sesuai konsesi minamata
6. Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan dalam kegiatan ESDM
7. Pengendalian perubahan iklim dan implemantasi National Determined Contribution (NDC)
8. Pelaksanaan inventarisasi bersama SDA di kawasan hutan
9. Pengembangan energi baru dna terbarukan di dalam dan di luar kawasan hutan
10. Pemasangan peralatan pemantauan dan monitoring gunung api di kawasan konservasi
11. Pengelolaan museum kegunungapian dan geopark di kawasan konservasi
12. Pengelolaan sampah,limbah, bahan B3 dan limbah B3 di bidang ESDM
13. Pertukaran data dan informasi bidang LHK dan bidang ESDM
14. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang LHK dan bidang ESDM.
Rakor bertema "Ramah Menambang, Alam Seimbang, Rakyat Senang" ini dihadiri oleh kurang lebih 400 peserta yang terdiri dari jajaran Pejabat Pimpinan Tinggi (JPT) Madya, JPT Pratama KLHK, jajaran Kementerian ESDM, Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas ESDM Provinsi, Unit Pelaksana Teknis Ditjen PDASHL, para pemegang IPPKH, dan unsur SKK migas.
Pada kesempatan ini, Sekjen KLHK juga memberikan penghargaan bagi 13 pemegang IPPKH, 1 akademisi, dan 1 kelompok tani hutan yang telah melaksanakan reklamasi, rehabilitasi DAS, dan reboisasi pada lahan kompensasi.