Lembaga-lembaga survei tak tinggal diam. Sejumlah lembaga survei yang tergabung dalam paguyuan Perhimpunan Survei dan Opini Publik Indonesia (Persepsi) menggelar konferensi pers, Sabtu (20/4), di Hotel Morrisey, Menteng, Jakarta Pusat.
Ketua Persepi sekaligus pemimpin CSIS, Philips J Vermonte, buka suara menanggapi pernyataan Prabowo yang menyebut lembaga survei adalah tukang bohong. Dirinya menantang Prabowo untuk membuka data hitung cepat BPN Prabowo – Sandiaga.
“Ini kami buka data dan mekanisme hitung cepat kami. Sekarang yang menyuruh kami membuka data, mau buka data juga tidak?” tantang Philips.
Termutakhir, Dosen Monash University Nadirsyah Hosen melalui akun Twitter pribadinya, ikut menimbrung mengenai polemik tesebut.
Baca Juga: Rocky Gerung: Saya Korban Ratna Sarumpaet, Kenapa Di-bully?
Gus Nadir—panggilannya—menilai lembaga-lembaga survei memunyai sistem sendiri dalam melakukan hitung cepat maupun exit poll.
Peneliti seklaigus pengarang buku itu menjelaskan, sebelum hitung cepat dan exit poll dilakukan lembaga-lembaga survei, adalah dukun yang laris manis dijadikan rujukan para politikus yang berkompetisi.
”Dulu sebelum ada survei dan quick count, pas pemilu dukun pada laris. Syukurlah sekarang ilmu pengetahuan tampil dan dukun politik tersisih,” tulisnya.
Jadi, menurut Gus Nadir, ”Kalau ada ulama atau pakar yang minta QC ditiadakan, tanpa sadar itu mengajak kita untuk anti ilmu pengetahuan, dan lebih percaya klenik. Gawat.”
Seorang warganet berakun @dj_antik lantas bertanya, ”Ustadz aku serius bertanya, apakah kehadiran ilmu pengetahuan tidak untuk dikritik??
Baca Juga: Quick Count Dituding Curang, Bos Charta Polika Diteror Ditembak Sniper
Gus Nadir menjawab, ”Oh harus itu @dj_antik. Silakan dikritik dan diperdebatkan, tapi dengan ilmu pengetahuan juga. Banyak lembaga survei yang sudah buka metode dan data mereka. Silakan dikritik dengan kaidah keilmuan. Yang belum membuka metode dan data malah BPN. Bagaimana mau dibahas, bukabukaan saja tak mau,” tukasnya.