Tolak Pledoi, Hakim Tak Sepakat Penilaian Idrus Marham

Selasa, 23 April 2019 | 14:33 WIB
Tolak Pledoi, Hakim Tak Sepakat Penilaian Idrus Marham
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham saat menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (23/4). [Suara.com/Arief Hermawan P]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak seluruh pembelaan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham yang tertuang dalam pledoi (nota pembelaan). 

Idrus dalam perkara ini dinilai bersalah karena terbukti menerima suap Rp 2,25 miliar bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar non-aktif Eni Maulani Saragih dari pemilik Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

"Pendapat majelis, 'curhat' terdakwa yang mengatakan ada kecenderungan fakta-fakta tidak diperhatikan dan kalau pun diperhatikan hanya untuk melegimitasi hukuman sehingga dakwaan hanya melegitimasi tuntutan. Majelis hakim tidak sependapat untuk terdakwa bersalah harus sesuai dengan bukti-bukti yang cukup dan keyakinan hakim," kata anggota majelis hakim Anwar di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Idrus divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan, masih lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut Idrus divonis selama 5 tahun dan pidana denda selama Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Baca Juga: Terima Suap, Idrus Marham Ternyata Bikin Kesepakatan Tak Jujur dengan Eni

Vonis itu pun berdasarkan dakwaan kedua yaitu pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,bukan pasal 12 huruf a sebagaimana tuntutan JPU KPK.

"Dan perlu diketahui keputusan pengadilan harus dipertanggungajawabkan di dunia dan akhirat sesuai ketentuannya yaitu keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan harus semua unsur terpenuhi kalau salah satu tidak terpenuhi tidak bisa dinyatakan bersalah," tambah hakim Anwar.

Hakim juga menolak pembelaan Idrus yang mengatakan bahwa tuntutan hanya merupakan "copy paste" dakwaan sehingga paradigma yang dipakai adalah menghukum, bukan mengadili.

"Terhadap hal ini majelis hakim tidak sependapat karena JPU memang fungsinya membuktikan semaksimal mungkin dakwaannya begitu pula penasihat hukum sebaliknya melakukan pengumpulan bukti dan membela secara subjektif sehingga kalau perlu terdakwa dapat bebas. Berbeda dengan hakim yang mengadili dengan berpegang pada 'Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa sehingga dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat," tambah hakim Anwar.

Selanjutnya Idrus dalam pledoinya juga mencantumkan bahwa untuk mendapatkan legimitasi dalam tuntutan, JPU hanya mencantumkan percakapan "WhatsApp" antara Idrus dengan Johannes Kotjo untuk mendapat pinjaman pilkada bagi Eni Maulani Saragih, tapi tidak dilengkapi dengan jawaban Johannes Kotjo bahwa permohonan pinjaman Eni ditolak sehingga permintaan uang itu tidak lagi dapat dikaitkan.

Baca Juga: Divonis 3 Tahun Penjara, Idrus Marham Pikir-pikir

"Terhadap pembelaan itu majelis hakim tidak sependapat sebagaimana berita acara persidangan Eni, di mana sebelumnya Eni disumpah dan Eni menjelaskan kepada ketua majelis hakim benar bahwa itu WA saya dengan Pak Kojto di mana saya informasikan pada 21 November 2017 akan ada rapat pleno DPP Golkar untuk menetapkan Idrus yang menjadi Sekjen sebagai Plt Ketum Golkar dan Idrus meminta saya menghubungi Kotjo agar mempersiapkan biaya tapi tidak dibalas Kotjo sehingga pada 25 November 2017 saya hubungi Kotjo kembali dan menyampaikan perintah bang Idrus hari itu juga butuh pak Kotjo untuk konsolidasi," terang hakim Anwar menirukan pernyataan Eni.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI