Suara.com - Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham divonis 3 tahun penjara sekaligus denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi, (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019).
Mendapat vonis itu, Idrus mengaku pikir-pikir. Terlebih dahulu ketua majelis hakim, Yanto meminta Idrus untuk berdiskusi kepada tim penasehat hukumnya atas vonis yang diterimanya.
"Setelah mendengarkan uraian pertimbangan dan putusan, kami tim penasehat hukum dan terdakwa menyatakan pikir-pikir selama 7 hari. Akan diskusi bersama terdakwa dan keluarga," kata salah satu tim penasehat hukum, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019).
Selanjutnya, hakim Yanto pun menanyakan kembali kepada tim penasehat hukum, bila tak menyatakan sikap dalam waktu 7 hari, terdakwa dianggap menerima putusan tersebut.
Baca Juga: Idrus Marham Divonis 3 Tahun Penjara
"Bilamana tak menyatakan sikap dianggap menerima," tanya hakim Yanto.
"Iya majelis hakim," jawab penasehat hukum.
Selanjutnya, Idrus pun diberi pula kesempatan untuk memberikan tanggapan terkait vonis. Dirinya pun akan memanfaatkan waktu selama 7 hari dalam memberikan sikap dalam putusan majelis hakim tersebut.
"Kami akan memanfaatkan waktu yang diberikan undang-undang kepada saya selama 7 hari nanti akan tentukan sikap. Tentu semua tetap dalam aturan koridor hukum, saya kira itu," ujar Idrus.
Sebelumnya, Idrus Marham dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan penjara.
Baca Juga: Idrus Marham Jalani Sidang Vonis Kasus Suap PLTU Riau-1 Hari Ini
Idrus bersama mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih didakwa menerima hadiah berupa uang total Rp 2,250 miliar dalam perkara suap proyek PLTU Riau-1. Suap itu diduga mengalir ke Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar 2017.
Dalam dakwaan sebelumnya, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.