Suara.com - Politikus Gerindra, Rachel Maryam mengkritisi diblokirnya situs Jurdil2018.org. Ia menilai pemblokiran situs tersebut erat kaitannya dengan ketakutan pemerintah soal data-data penghitungan suara yang dibeberkan.
Menurut Rachel, apa yang diperlihatkan dalam situs Jurdil2019.org bisa dipertanggung jawabkan dan sama sekali tidak mengandung unsur hoaks.
"Masalah teknis. Gila segitu ketakutannya.. padahal kan kontennya bisa dipertanggung jawabkan. Bukan hoax atau pornografi," cuit Rachel Maryam di akun Twitternya @cumarachel seperti dikutip Suara.com, Senin (22/4/2019).
Untuk diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir situs jurdil2019.org. Pemblokiran itu dilakukan sejak Sabtu (20/4/2019) malam itu atas permintaan dari Bawaslu RI.
Baca Juga: Ini Alasan Kominfo Blokir Situs Jurdil2019.org
Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu mengatakan, situs jurdil2019.org diduga telah menyalahgunakan izin. Bawaslu, kata dia, telah mencabut akreditasi jurdil2019.org sebagai lembaga pengawas Pemilu 2019.
"Alasannya karena menyalahgunakan izin yang diberikan," kata Ferdinandus seperti dilansir Antara, Minggu (21/4/2019).
Pria yang akrab disapa Nando itu menerangkan, izin yang diberikan Bawaslu adalah sebagai pemantau pemilu, namun Jurdil 2019 justru melaporkan penghitungan quick count dan real count yang dianggap menyalahi aturan.
"Itu (lembaga yang melaporkan penghitungan) hanya diberikan ke 40 lembaga oleh KPU," ujar Nando.
Terkait itu, pihak Jurdil 2019 menyatakan pemblokiran berlangsung sepihak. Help Desk Jurdil 2019 Danu merasa pihaknya tidak melanggar aturan.
Baca Juga: Rachel Maryam Sindir TKN yang Kritik Orasi Prabowo Gebrak Podium
"Menurut versi kita, kita cuma himpun dan catat C1 dari seluruh Indonesia yang dikumpulkan lewat aplikasi yang di-install masyarakat, ini bentuk partisipasi masyarakat dalam memantau pemilu," kata Danu.
Menurut dia, pihaknya hanya mengawal proses penghitungan suara.
"Tidak ada maksud tendensi apa-apa, yang jadi permasalahan dianggap melanggar sebenarnya tidak ada, masalah real count atau quick count itu terjemahan masyarakat," imbuh Danu.