Suara.com - Pemerintah Sri Lanka segera memberlakukan larangan keluar rumah, kata Menteri Muda Pertahanan Ruwan Wijewardene pada Minggu (21/4) setelah delapan ledakan yang menewaskan hampir 140 orang terjadi, dan sebagian besar sasaran merupakan gereja dan hotel bintang lima.
"Larangan keluar rumah akan diberlakukan sampai segalanya teratasi," kata dia kepada wartawan di Kolombo seperti dilansir Reuters dan dikutip Antara, Minggu malam.
Para pejabat pemerintah juga mengatakan jejaring media sosial utama dan aplikasi pesan, temasuk Facebook dan WhatsApp, telah diblokir di dalam negeri guna mencegah penyiaran informasi yang tak dapat dipertanggungjawabkan dan desas-desus.
Insiden berdarah itu terjadi saat perayaan Paskah pada Minggu pagi waktu setempat.
Baca Juga: Paus Kutuk Serangan Bom Saat Paskah di Sri Lanka
Ledakan-ledakan bom pada Hari Paskah di tiga gereja dan tiga hotel mewah Sri Lanka menewaskan 138 orang dan mencederai lebih 400, kata pejabat-pejabat rumah sakit dan sumber-sumber kepolisian, setelah suasana tenang dari serangan-serangan besar sejak akhir perang saudara 10 tahun lalu.
Di gereja St. Sebastian di Katuwapitiya, sebelah utara Kolombo, lebih 50 orang tewas, kata seorang perwira polisi kepada Reuters, dengan gambar-gambar yang memperlihatkan jasad-jasad tergeletak di lantai, darah berceceran di bangku-bangku dan atap yang rusak.
Media melaporkan 25 orang juga tewas dalam serangan atas satu gereja di Batticaloa, di Provinsi Timur.
Tiga hotel yang diserang ialah Shangri-La Colombo, Kingsbury Hotel dan Cinnamon Grand Colombo. Belum jelas apakah ada korban di hotel-hotel tersebut.
Sembilan warga negara asing termasuk di antara mereka yang meninggal dalam serangan-serangan tersebut, kata para pejabat itu.
Baca Juga: Kemenlu: Tak Ada WNI Jadi Korban Ledakan Bom di Sri Lanka
Sejauh ini belum ada pihak mengaku bertanggungjawab atas serangan-serangan tersebut di sebuah negara yang dilanda perang selama beberapa dekade dengan para pemberontak Tamil hingga tahun 2009. Selama perang itu ledakan-ledakan bom terjadi di Kolombo, ibu kota Sri Lanka.
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe menyerukan sidang dewan keamanan nasional di kediamannya Minggu siang.
"Saya mengutuk keras serangan-serangan pengecut itu atas rakyat kami hari ini. Saya imbau rakyat Sri Lanka tetap bersatu dan kuat selama masa tragis ini," kata dia dalam cuitannya di Twitter. "Mohon hindari untuk menyiarkan laporan-laporan dan spekulasi yang belum terverifikasi. Pemerintah sedang mengambil langkah-langkah untuk mengatasi situasi."
Tahun lalu, telah terjadi 86 insiden yang sudah terverifikasi, ancaman-ancaman dan kekerasan terhadap umat Kristen, menurut the National Christian Evangelical Alliance of Sri Lanka (NCEASL), yang mewakili lebih 200 gereja dan organisasi Kristen.
Tahun ini NCEASL mencatat 26 insiden serupa, termasuk satu insiden yang dilakukan kelompok lain untuk mengganggu misa Minggu, dengan satu lagi dilaporkan pada 25 Maret.
Dari total 22 juta penduduk Sri Lanka, 70 persen di antaranya pemeluk agama Budha; 12,6 persen Hindu; 9,7 persen Muslim; dan 7,6 persen Kristen; menurut sensus penduduk di negara itu tahun 2012.