Setelah melalui seleksi administrasi dan wawancara, terpilihlah sebanyak 25 orang anggota KPPSLN. Mereka dari kalangan pelajar dan masyarakat umum pemegang paspor Indonesia.
Sejak dilantik pada 2 Maret 2019, mereka langsung "tancap gas" bekerja siang-malam di salah satu ruangan di Kedutaan Besar RI di Beijing.
Berbeda dengan di Indonesia, anggota KPPSLN Beijing bekerja lebih awal karena harus mempersiapkan pengiriman surat suara kepada WNI yang tinggal di 18 provinsi/munisipalitas di China ditambah Mongolia melalui pos.
Tingginya tingkat partisipasi pemilih, baik yang datang langsung ke TPS pada tanggal 14 April 2019 maupun yang dikirim surat suara melalui pos mulai 17 Maret 2019, tidak pernah mereka duga.
Baca Juga: Stres Hitung Suara, Ketua KPPS Malang Tikam Pisau ke Perut Sendiri
"Yang didatangi langsung C6 (formulir pemberitahuan dari KPU kepada pemilih agar memberikan hak suaranya) saja tidak sampai segitu. Lah di sini yang C6-nya dikirim via pos dan bahkan ada yang online, tapi yang milih banyak banget," tutur Faqih dengan membandingkan pengalamannya bertugas di TPS Kabupaten Brebes pada Pemilu 2009 dan TPS di Kabupaten Sleman pada Pemilu 2014 yang rendah partisipasinya.
Kalau melihat WNI yang tinggal China dan Mongolia tidak tersosialisasikan program-program kerja dari para kandidat dengan baik, tentu tingkat partisipasi yang mencapai 76 persen pada Pemilu 2019 cukup menggembirakan.
Apalagi jika dibandingkan dengan pemilu lima tahun lalu di China yang tingkat partisipasinya jauh di bawah 50 persen.
Ditambah lagi WNI yang tinggal di daratan Tiongkok mayoritas kalangan milenial yang relatif abai terhadap konselasi perpolitikan nasional di Indonesia.
Mengganjal
Baca Juga: Ketua KPPS di Sleman Gantung Diri Bukan karena Masalah Pemilu
KPPSLN Beijing terbilang unik karena anggotanya perpaduan antara generasi muda milenial dan generasi tua.