Suara.com - Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas III Gunung Sindur, Sopiyana memastikan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir tidak menyalurkan hak pilihnya di Lapas Gunung Sindur Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Rabu (17/4/2019) karena tak mengantongi kartu tanda penduduk (KTP).
"Bukan hanya Abu Bakar Baasyir, saya pun ketika dicek dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) tidak terdaftar di domisili kan otomatis tidak punya hak pilih. Permasalahannya itu saja," kata Sopiyana kepada Antara di Bogor, Jawa Barat.
Menurutnya seluruh warga binaan di Indonesia sudah melakukan perekaman oleh Disdukcapil di masing-masing daerah, tak terkecuali di Lapas Gunung Sindur.
"Ketika dicek terdaftar, otomatis dikeluarkan hak untuk memilih. Ketika direkam di data awal alamatnya tidak terekam otomatis tidak mempunyai hak memilih," terangnya.
Meski begitu, Sopiyana enggan lebih jauh memaparkan alasan Abu Bakar Baasyir tidak terdaftar pada domisilinya yang terletak di Solo, Jawa Tengah. Menurutnya hal itu merupakan kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Disdukcapil setempat.
Dari sebanyak 1.081 warga binaan Lapas Gunung Sindur, hanya 497 warga binaan masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Sedangkan sisanya sebanyak 584 warga binaan tak masuk DPT maupun DPTb dengan berbagai alasan. Rinciannya, sebanyak 38 warga binaan bebas sebelum 17 April 2019, sebanyak sembilan warga binaan berkewarganegaraan asing, 88 warga binaan masih menunggu verifikasi setelah perekaman, serta 449 orang tak terdaftar di domisili asli.
Sementara itu, Komisioner KPU Kabupaten Bogor, Heri Setiawan mengaku tak bisa berbuat banyak atas apa yang dialami Baasyir dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Menurutnya ada ratusan ribu Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di tanah air yang juga tak bisa menyalurkan hak pilih.
"Nasib Abu Bakar Baasyir termasuk dalam 254.000 WBP yang terancam tidak bisa mencoblos," kata Heri.
Seperti diketahui, Baasyir terbukti bersalah dalam beberapa kasus terorisme di Tanah Air. Ia kemudian divonis 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011 silam.