Suara.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, melalui Pengawas Pemilu (Panwaslu) di seluruh Indonesia menggelar patroli politik uang di masa tenang Pemilu. Hasilnya, sebanyak 25 pelaku terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin menuturkan pihaknya telah berhasil menangkap peserta pemilu dan tim pemenangan yang diduga melakukan politik uang guna memengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihannya.
"Total terdapat 25 kasus di 25 kabupaten/kota yang tertangkap tangan hingga Selasa (16/4/2019). Kasus-kasus tersebut tersebar di 13 provinsi di seluruh Indonesia," tutur Afif saat jumpa pers di Kantor Bawaslu RI, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
Afif mengungkapkan provinsi dengan jumlah pengungkapan terbanyak, yakni Jawa Barat dan Sumatera Utara dengan jumlah sebanyak lima kasus. Afif mengatakan penangkapan dilakukan atas koordinasi Panwaslu bersama dengan pihak kepolisian.
Baca Juga: BNN : Penyedia Jasa Keuangan Diminta Ikut Berantas Kejahatan Narkoba
"Barang bukti yang ditemukan beragam jenisnya, mulai dari uang, deterjen, hingga sembako," ujarnya.
Sementara itu, lanjut Afif, temuan uang paling banyak didapat di Kecamatan Tigabinanga, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah uang Rp 190 juta.
"Lokasi praktik politik uang yang ditemukan di antaranya di rumah penduduk dan di tempat keramaian seperti di pusat perbelanjaan," ungkapnya.
Sebagimana diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 278 ayat (2) mengatur, selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk: a. tidak menggunakan hak pilihnya; b. memilih Pasangan Calon; c. memilih Partai Politik Peserta pemilu tertentu; d. memilih calon
anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD; e. memilih calon anggota DPD tertentu.
Sanksi terhadap pelanggaran ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 523 ayat (2), yaitu setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung, dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.
Baca Juga: Sempat Akan Gunakan Musala, Lokasi TPS di Sukabumi Ini Dipindahkan
Sedangkan, praktik politik yang dilakukan pada hari pemungutan suara, pada pasal 523 ayat (3) diatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.