Suara.com - Kebiasaan Cawapres nomor urut 2 Sandiaga Uno mencontohkan persoalan ekonomi berdasarkan keluhan dari orang-orang yang ditemuinya, ternyata membuat Capres nomor urut 1 Jokowi kesal.
Menurut Jokowi, contoh kasuistik ala Sandiaga Uno itu tidak tepat untuk disajikan dalam perdebatan mengenai ekonomi negara.
Hal tersebut terjadi ketika Sandiaga Uno melontarkan pertanyaan mengenai strategi Jokowi – Maruf Amin untuk mengatasi defisit perdagangan, dalam debat kelima Pilpres 2019, di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019) malam.
”Strategi bapak seperti apa untuk mengembalikan neraca perdagangan seperti pemerintah sebelumnya, yakni tidak defisit, sehingga kita menjadi pengekspor, bukan pengimpor,” tanya Sandiaga.
Baca Juga: Jokowi Tanya Soal e-Sport, Prabowo - Sandiaga Senyum-Senyum
Jokowi mengakui, neraca perdagangan tahun 2018 defisit USD 8 miliar. Namun, data terbaru kuartal pertama 2019, defisit itu berhasil diturunkan.
”Apa yang bakal dilakukan, kami mendorong produksi barang substitusi impor harus dikerjakan di Indonesia. Kuncinya membangun industri dalam negeri. Oleh sebab itu, ke depan, hilirisasai industri menjadi kunci, harus dipaksa pakai kebijakan,” tutur Jokowi.
Namun, Jokowi mengakui, untuk membalikkan neraca perdagangan dari defisit menjadi surplus memerlukan waktu tak sebentar.
”Percayalah, tidak mungkin hal ini diatasi secara cepat, seperti membalikkan telapak tangan,” kata Jokowi.
Saat menanggapi pernyataan Jokowi itulah, Sandiaga Uno menyebutkan sejumlah nama orang yang diklaimnya pernah ditemuinya.
Baca Juga: Janji Prabowo akan Bentuk Bank Tabungan Haji
“Tentunya, soal defisit neraca perdagangan ini ujungnya adalah apa yang dirasakan masyarakat. Kalau kita defisit dan buka pintu impor sebesar-besarnya, mestinya harga bahan pokok murah terjangkau. Ibu-ibu seperti Ibu Mia, Ibu Nurjanah, mengeluhkan harga listrik naik, sembako naik,” tuturnya.
Ketika giliran diberi kesempatan menanggapi, Jokowi mengatakan, “Ini bapak ini selalu bicara ibu ini, ibu itu, ibu ini. Pak, ini ekonomi makro, bukan orang per orang jadi patokan. Kita harus mengerti ekonomi makro itu adalah agregat antara produksi dan permintaan,” tuturnya.
”Ini bukan ekonomi mikro, jadi harus berdasarkan angka data dan survei. Tak mungkin kebijakan hanya berdasarkan satu, dua atau tiga orang yang menyampaikan keluhan kepada bapak,” kata Jokowi.
”Bapak sering menyampaikan contoh seperti itu terus menerus. Saya kira, menurut pengalaman saya, tidak bisa seperti itu. Ini ekonomi negara, bukan mikro,” jelas Jokowi.