Suara.com - Setelah para penyidik berhasil menyelesaikan berkas perkara dengan cepat dan tepat waktu, akhirnya dua perusahaan terkait 81 kontainer dan 1.100 meter kubik kayu ilegal asal Papua, yaitu CV ATI dan CV CV STI akan segera disidangkan.
Ditjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima dua surat dari Kejaksaan Agung tertanggal 4 April 2019 (No B/808/E.4/Epk/04/2019 dan No B/809/E.4/Epk/04/2019), yang menyatakan dua berkas perkara itu tersebut telah lengkap (P21) dan dilanjutkan dengan penyerahan tersangka & barang bukti (Tahap II) pada tanggal 8 April 2019 di Sorong, Papua Barat.
CV ATI dan CV STI, dua perusahaan tersebut, adalah pemain besar kayu ilegal di Papua Barat. Tersangka dari kasus ini adalah HBS alias MH Anak Parman.
Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK mengatakan masih akan ada tersangka lain yang saat ini sedang diperiksa.
Baca Juga: Ciptakan Pemerintahan Akuntabel, KLHK Perkuat Pengawasan Internal
“Kami harus segera menyelesaikan penanganan kasus ini, karena masih ada beberapa tersangka lain saat ini sedang diperiksa oleh penyidik KLHK terkait kayu ilegal asal Papua, yaitu Sdr. DG, Direktur PT MGM, dan Sdr. DT, Direktur PT EAJ ditahan di Jakarta; Sdr. TS, Direktur PT RPF ditahan di Makassar sedangkan Sdr. J Direktur CV BK ditahan di Surabaya. Sementara itu Sdr ET, Direktur CV AKG telah diterbitkan DPO (nomor: DPO/07/III/RRS.10.2/2019/Ditreskrimsus tanggal 4 Maret 2019)," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani, beberapa waktu yang lalu menegaskan bahwa pemberantasan pembalakan liar adalah komitmen pemerintah.
“Upaya penyelamatan sumber daya alam melalui pemberantasan pembalakan liar merupakan komitmen pemerintah. Kejahatan ini harus kita lawan, karena menghancurkan ekosistem, mengancam kehidupan masyarakat dan merugikan negara," katanya.
Perusakan lingkungan adalah kejahatan luar biasa dan harus kita tangani bersama-sama. Penanganan juga harus menghasilkan efek jera.
"Untuk penguatan penegakan hukum, kami bekerja sama dengan banyak pihak untuk melawan kejahatan ini, termasuk dengan KPK, Kepolisian, TNI AL, BAKAMLA dan Kejaksaan Agung. Secara khusus kami mengapresiasi Kejaksaan Agung, sehingga penyerahan berkas penanganan kasus ini dapat diselesaikan," tambah Rasio.
Baca Juga: Tingkatkan Pengawasan, KLHK Didukung Supervisi Beberapa Lembaga Negara
Yazid Nurhuda menambahkan, tersangka dijerat dengan Pasal 87 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 95 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 86 ayat 1 huruf a UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan hukuman maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 5 milar. Efek jera bisa diharapkan muncul ketika terdakwa dikenakan hukuman pidana penjara dan ganti rugi.