Suara.com - Aktivis perlindungan anak Roostien Ilyas menyarankan agar penanganan hukum terhadap siswi SMA di Pontianak, Kalimantan Barat yang terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap siswi SMP AU (14) dilakukan secara preventif dan edukatif.
"Sebetulnya hal-hal yang seperti ini kalau boleh dan seharusnya dilakukan secara preventif dan edukatif. Untuk anak yang misalnya memang harus ada efek jera, jangan sampai memburamkan masa depan mereka," ujar Roostien di Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (11/4/2019).
Menurutnya, anak di bawah umur yang terlibat hukum seharusnya tidak dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), namun ditempatkan di sekolah khusus atau panti rehabilitasi dan tidak diberikan label bekas kriminal. Tempat tersebut, kata dia, pelaku kekerasan di bawah umur akan merasakan efek jera dalam menjalani hukuman dan tetap mendapatkan pendidikan.
"Bukan di Lapas tempatnya tapi semacam sekolah khusus dan semacam mau dibilang panti rehabilitasi apalah namanya yang penting jangan diberikan label kriminal kepada mereka. Tapi anak itu harus merasakan efek jera, bahwa dia tidak boleh ke mana-mana sesuai dengan jalannya hukuman itu," kata dia.
Baca Juga: Pelatih Ajax Sesumbar Bisa Menang di Markas Juventus dan Lolos ke Semifinal
"Dia sekolah di situ, seperti di dalam asrama supaya dia merasakan ketidaknyamanan orang yang tidak bebas itu harus diajarkan kepada dia. Bukan damai, dia kembali pada orang tua masing-masing enggak kaya gitu," imbuhnya.
Penanganan terhadap para pelaku di bawah umur dengan cara preventif dan edukatif lantaran anak-anak tersebut masih memiliki masa depan.
"Sebetulnya anak-anak adalah masa depan bangsa kita selalu bicara tentang manusia. Bapak Presiden bilang infrastruktur penting, ya penting untuk siapa untuk bangsa. Siapakah bangsa kedepan yang akan memimpin bangsa kita adalah anak-anak kita," tandasnya.
Selain itu, dia pun mengkritik soal keberadaan anggaran dan sumber daya di Kementerian PPPA yang belum mencukupi dalam melaksanakan tugas perlindungan anak.
"Saya harus bicara jujur. Enggak mungkin kita bicara tanpa anggaran tapi malah memperbaiki banyak hal. Memang harus ada pak, anggaran untuk misalnya SDM harus bagaimana menjadi pelatih atau pendamping dari anak-anak yang melakukan kebrutalan-kebrutalan seperti ini. Tapi kalau anak-anak ya kita damai, ya akan terjadi lagi," tandasnya.
Baca Juga: Kunjungi Ponpes An-nidzom, Cawapres Sandiaga Diangkat Jadi Santri
Polisi telah menetapkan tiga tersangka pengeroyok Audrey. Mereka adalah anak SMA berinisial F, TPP dan NNA. Ketiganya menganiaya Audrey (15) di Pontianak, Kalimantan Barat. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, ketiga tersangka yang merupakan para siswi SMA ini belum ditahan.
Sebelumnya, Audrey dikeroyok oleh 12 orang termasuk F, TPP dan NNA dikarenakan konflik mengenai teman pria dan unggahan di media sosial.
Peristiwa penganiayaan bermula ketika para pelaku menjemput korban di rumahnya. Para pelaku membujuk korban bertemu dengan alasan membicarakan sesuatu. Kemudian korban dibawa ke sebuah tempat di Jalan Sulawesi, Kelurahan Akcaya, Kecamatan Pontianak Selatan lalu diinterogasi dan dianiaya di tempat tersebut.
Selain di Jalan Sulawesi, korban juga dianiaya di Taman Akcaya. Target pengeroyokan diduga bukanlah A, namun kakak sepupunya.