Beranjak reformasi, di pemilu pertamanya hingga penyelenggaraan pada 2014, Indonesia masih tetap menggunakan metode kuota atau yang dikenal dengan Kuota Hare.
Kuota Hare merupakan metode penentuan jumlah suara yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu kursi DPR, caranya membagi total suara sah dengan alokasi kursi yang tersedia atau nilainya disebut dengan bilangan pembagi pemilih (BPP).
Meskipun pada penyelenggaraan 1999, 2004 dan 2009 sama-sama menggunakan Kuota Hare, namun cara penghitungannya sedikit berbeda menyesuaikan dengan sistem pemilu yang dipakai.
Pemilihan umum 1999, bilangan pembagi pemilih dipergunakan hanya untuk menentukan jumlah kursi yang diperoleh partai politik saja. Sistem pemilu saat itu dikenal dengan sistem proporsional tertutup.
Baca Juga: Jelang Seminggu Pemilu, KPU Mojokerto Masih Kekurangan 13.876 Surat Suara
Pemilih di sistem proporsional tertutup hanya mendapat ruang untuk mencoblos parpol, tidak bisa menentukan langsung pilihannya pada calon anggota legislatif tertentu meski daftar calegnya tersedia.
Namun pada penyelenggaraan pemilu 2004, Indonesia beralih sistem menjadi sistem proporsional terbuka. Kali ini BPP yang ditentukan dengan metode Kuota Hare tersebut tidak hanya untuk menentukan jumlah kursi yang didapat parpol saja, tetapi juga untuk menentukan ambang batas calon legislatif yang dinyatakan sebagai pemenang pemilu.
"Pada sistem proporsional terbuka, kita diberi ruang memilih caleg, tetapi mereka dinyatakan langsung terpilih kalau suara yang didapat di atas BPP, metode ini juga serupa dengan 2009 dan 2014," kata Hadar.
Hanya saja bedanya, pada Pemilu 2004 calon yang berhak menempati alokasi kursi yang diraih parpol yakni sesuai dengan nomor urut paling atas kalau tidak mencapai angka BPP.
Sedangkan pada 2009 dan 2014, calon dengan nomor urut mana saja bisa menempati alokasi kursi asal mendapatkan suara terbanyak.
Baca Juga: Hampir 1.000 Surat Suara Pemilu 2019 Terbakar Misterius di Malaysia
Sementara pada pemilu 17 April 2019 mendatang Indonesia masih tetap akan menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka, tetapi untuk metode penghitungan suara tidak lagi memakai Kuota Hare, melainkan menggunakan rumpun Divisor dan metodennya bernama Sainte Lague murni.