Suara.com - Terdakwa perkara suap izin proyek pembangunan Kawasan Terpadu Meikarta yang juga Bupati Bekasi non aktif Neneng Hassanah Yasin mengaku hanya menerima Rp10 miliar dari Lippo yang sebelumnya menjanjikannya memberi Rp 20 miliar. Pembayaran suap Rp 10 miliar diberikan bertahap dengan mencicil.
Dalam lanjutan sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Neneng awalnya diminta keterangan terkait awal mula Lippo mengajukan perizinan proyek pembangunan terpadu Meikarta.
"Meikarta ini adalah proyek Lippo. Saya tahu saat itu PT Lippo minta IPPT (izin peruntukan penggunaan tanah)," kata Neneng dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (19/4/2019).
Neneng mengaku pengajuan IPPT seluas 400 hektar diterima dari EY Taufik. Saat itu Taufik menjabat sebagai Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi.
Baca Juga: KPK Tetap Kejar Aliran Uang Suap Proyek Meikarta ke Anggota DPRD Bekasi
"EY Taufik datang dan bilang mau memberikan Rp 20 miliar untuk 400 hektare. Saya bilang 'jalanin saja'. Rp 20 miliar itu untuk IPPT," katanya.
Saat itu Taufik mengatakan akan ada pihak dari Lippo yang meminta bertemu dengan Neneng. Utusan Lippo tersebut yakni Satriadi dan Edi Soesianto. Kemudian Neneng bersedia untuk bertemu dengan kedua orang tersebut.
"Waktu itu pak Edi Soes memohon IPPT. Saat itu nggak bicara uang. Saya bilang ya silakan saja diurus," kata Neneng.
"Ada bicara uang atau tidak? Menawarakan atau bagaimana?," tanya jaksa KPK.
"Bicara uang hanya dengan EY Taufik. Yang menyampaikan pemberian Rp20 miliar EY Taufik," kata Neneng.
Baca Juga: Bupati Neneng Didakwa Terima Suap Proyek Meikarta Rp 10 Miliar
Setelah IPPT tahap awal terbit, Neneng bertemu kembali dengan EY Taufik dan dalam pertemuan itu Neneng menanyakan kepada Taufik terkait janji Rp 20 miliar dari Lippo.