Suara.com - Aksi pengeroyokan yang menimpa AU (14) siswi SMP oleh 12 siswi SMA di Pontianak menjadi sorotan. Muncul petisi yang meminta agar Polda Kalimantan Barat segera menegakkan keadilan untuk AU dengan tagar #JusticeForAudrey.
Petisi ini dibuat oleh salah seorang warganet bernama Fachira Anindy melalui Change.org. Sejak petisi ini dibuat pada Selasa (9/4/2019), hingga kini sudah ada 2.748.278 orang yang menandatangani petisi ini.
"Polda Kalbar, segera berikan keadilan untuk Audrey #JusticeForAudrey," demikian judul petisi seperti dilihat Suara.com, Rabu (10/4/2019).
Tak hanya mendesak Polda Kalimantan Barat agar segera mengusut tuntas kasus ini, petisi ini juga ditujukan kepada Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (PPAD) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia agar kasus tidak diselesaikan dengan cara berdamai.
Aksi pengeroyokan dipicu masalah asmara. Dari informasi yang dihimpun kakak sepupu AU merupakan mantan pacar dari salah satu pelaku penganiayaan dan terlibat aksi saling sindir di media sosial. Ironisnya, target utama pengeroyokan bukanlah AU, namun AU menjadi pelampiasan kekesalan para pelaku.
Akibat pengeroyokan itu, AU menjalani perawatan intensif di rumah sakit lantaran mengalami sejumlah luka di wajah, perut hingga kemaluannya mengalami peradangan akibat dihantam benda tumpul. Kisah tragis yang dialami oleh AU pun menggugah hati para warganet.
Sejumlah warganet yang turut menandatangani petisi ini mengaku geram dengan aksi pengeroyokan yang menimpa AU. Mereka menuntut agar kasus ini bisa diselesaikan dengan seadil-adilnya lantaran korban mengalami kekerasan fisik dan psikis.
"Masa depan korban lebih penting dari pelaku, pelaku kayak gitu gak berhak nikmati masa depan. Mereka bukan hanya menyakiti secara fisik tapi mental korban juga, belum lagi alat reproduksi korban," kata Tri Ambarawati.
"Korban yang harusnya dipikirkan bagaimana keadaan mentalnya untuk ke depan. Dengan kejadian seperti ini, bukan tidak mungkin korban mengalami trauma, kecemasan bahkan depresi yang juga dapat memengaruhi masa depannya," ungkap Nadya Arisca.
"Perlu pembinaan lebih untuk mental dan psikis pelaku. Biar ada rasa bersalah dan tahu diri. Apa yang mereka perbuat itu jahat, mau dia anak pejabat atau anak presiden pun nggak ada benarnya mereka melakukan hal itu," tutur Zahrina Ahadian.
"Jangan damai untuk masalah kekerasan. Jangan lihat jumlahnya. Korban yang harus dilindungi dan dibantu. Lihat kejahatannya. Pikirkan korban yang menderita lahir batin," ujar Henny W.