Jadi 'Rebutan' Warga Filipina dan Indonesia, Menteri Susi Beri Jawaban

Selasa, 09 April 2019 | 18:24 WIB
Jadi 'Rebutan' Warga Filipina dan Indonesia, Menteri Susi Beri Jawaban
Susi Pudjiastuti (Suara.com/Muhaimin A Untung)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sambil bercanda, ia mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menjaga Menteri Susi agar tak direbut warga Filipina.

"Guys. Kita jaga Ibu @susipudjiastuti kita baik-baik ya. Jangan sampai direbut sama orang Filipina. Mereka pengagum Ibu juga. Sampai segininya lo. Please don't take our minister, she's still our best fighter ever," cuitnya, Senin (8/4/2019).

Kemudian akun warga Filipina yang lain membalas cuitan itu dengan mengatakan, "We just want to borrow her. Hehehe. (Kami hanya ingin meminjam dia. Hehehe, -red)."

Rupanya Menteri Susi telah membaca cuitan kedua warga Indonesia dan Filipina yang saling berbalas itu dan memberikan jawabannya.

Baca Juga: DPR Sajikan Minuman Kemasan Plastik, Susi Pudjiastuti Protes

"No problem. I am happily will take every border if allowed to protect my legacy, The Ocean," balas Menteri Susi, Selasa (9/4/2019).

"Tidak masalah. Saya akan dengan senang hati mengambil alih perbatasan jika diizinkan untuk melindungi legasi saya, Lautan, -red)

Mengutip ABS-CBN News, Selasa (2/4/2019), Scarborough, yang disebut oleh orang Filipina sebagai Dangkalan Panatag dan oleh orang China sebagai Pulau Huangyan, adalah tempat terjadinya konflik antara Filipina dan China pada 2012, ketika Manila mengirim kapal perang terbesarnya untuk mengejar pemburu gelap asal China.

China memperoleh kendali efektif dari kawanan itu setelah Manila menarik kapalnya, lalu mulai memblokir nelayan Filipina dari dangkalan tersebut.

Kemudian, Presiden Filipina Rodrigo Duterte berhasil meredakan ketegangan di daerah itu, dan Presiden China Xi Jinping berjanji akan mengizinkan nelayan Filipina kembali ke sana.

Baca Juga: Viral Susi Pudjiastuti Nyalakan Rokok untuk Perempuan di Depan Bocah

Namun, para nelayan mengatakan, China terus memiliki kendali atas dangkalan tersebut meskipun keputusan pengadilan arbitrase yang didukung PBB pada 2016 menyatakan daerah itu sebagai tempat penangkapan ikan tradisional untuk China dan Filipina.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI