Suara.com - AUD (14), siswi sekolah menengah pertama (SMP) di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, dianiaya 12 siswi dari sejumlah sekolah menengah atas (SMA) di Kota Pontianak.
Akibatnya, AUD mengalami luka fisik dan psikologis yang cukup serius. Dia pun harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Ibu korban yakni LM menuturkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada 29 Maret 2019 kemarin setelah dirinya mendapat laporan dari anaknya AUD.
Secara rinci, LM menjelaskan bahwa kejadian bermula saat korban dijemput oleh satu di antara 12 pelaku yakni DA di kediaman kakeknya sekitar pukul 14.00 WIB. DA yang merupakan siswi SMA di Pontianak itu meminta korban mempertemukan dengan kakak sepupunya yakni PO, dengan alasan ada yang ingin dibicarakan.
AUD yang tidak mengenal DA lantas menyetujui hal itu, hingga AUD bertemu dengan PO.
“Setelah bertemu PO, ternyata yang menjemput tidak sendiri melainkan empat orang. Kemudian AUD dan PO dibawa ke tempat sepi di belakang Aneka Paviliun Jl. Sulawesi,” ujar LM yang sesekali menyeka air matanya seperti dikutip Kalbarupdate.com--konten partner SUARA.com--, Selasa (9/4/2019).
Setibanya di lokasi tersebut, terjadilah cekcok yang dikompori oleh salah seorang siswi yang diduga menjadi provokator yakni SF, sehingga terjadilah duel antara DA dan PO.
Sementara tiga teman DA yakni NN, TP dan FC juga melakukan kekerasan terhadap AUD dengan mulai dari mem-bully, menjambak rambut, membenturkan kepala AUD ke aspal hingga menginjak perutnya.
“Ketika dia bangun, mukanya ditendang dengan sepatu sendal gunung sehingga terjadi pendarahan dalam hidung korban serta terdapat benjolan dan luka dalam di kepala,” terangnya.
Salah seorang pelaku lainnya yakni TR bahkan mencoba merusak kemaluan AUD dengan cara mencolok kemaluan korban menggunakan jari dengan maksud untuk membuat korban tidak lagi perawan sehingga menyebabkan pembengkakkan di area kewanitaan korban.
“Itu yang saya tak terima, sampai mau merusak kemaluan anak saya,” ucapnya sedih.
LM berujar, anaknya AUD baru berani menceritakan kejadian yang menimpanya itu sekitar 2 minggu setelah kejadian.
“Anak saya baru berani bicara bahwa dia (AUD) dianiaya. Sekarang dia depresi, tertekan, trauma berat, terus psikisnya sangat terganggu, bahkan dia selalu mengigau (halusinasi) karena dibayangannya orang-orang yang melakukan penganiayaan selalu datang sehingga dia takut,” jelasnya.
Bersikukuh lanjutkan kasus ke jalur hukum
LM juga mengaku bahwa sempat ada upaya untuk mediasi terhadap pihaknya dengan keluarga pelaku dari Polsek Selatan. Namun dirinya bersikukuh untuk melanjutkan kasus ini ke jalur hukum.
“Saya tetap ingin melanjutkan melalui jalur hukum, karena ini menyangkut hidup anak saya. Terlebih lagi ini kekerasan, penganiayaan bahkan pengeroyokan. Bahkan mereka setelah melakukan pemukulan dan pengeroyokan membuat postingan di media sosial bahwa mereka bangga akan kelakuan mereka,” tegasnya.
Selain telah melaporkan kasus ini ke Polsek Selatan, pihaknya juga telah melaporkan kasus ini ke Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) bahkan sudah sampai ke Wali Kota Pontianak yang siang tadi, kata dia, datang langsung menjenguk AUD bersama istrinya.
LM turut menambahkan bahwa sebelum anaknya menjadi korban penganiayaan tersebut, sudah banyak juga informasi yang mengatakan bahwa gerombolan siswi SMA tersebut melakukan perbuatan serupa, namun tak dilaporkan.
“Yang saya tahu mereka menganiaya, mengeroyok anak saya habis-habisan dan yang paling parah kemaluan anak saya sampai dirusak. Ini termasuk kategori geng pelajar yang brutal dan nakal, ditambah postur tubuh mereka tinggi-tinggi dan besar,” imbuhnya.
“Saya berharap sekolah-sekolah para pelaku ini menindak tegas pelaku,” tandasnya.
Sementara Pengacara korban, Fety Rahmah Wardani turut mengungkap bahwa sebelumnya pada 5 April kemarin sempat dilakukan mediasi. Namun, ungkap Fety, tak ada itikad baik dari para pelaku.
“Untuk meminta maaf saja tidak ada, mereka malah cengengesan,” ucapnya kesal.
Dari 12 pelaku, kata Fety, 8 orang di antaranya hanya menonton kejadian tersebut dan tidak ada inisiatif untuk melerai. Untuk itu, tegas Fety, pihaknya akan tetap melanjutkan kasus ini ke jalur hukum.
“Kami akan tetap melanjutkan kasus ini ke jalur hukum. Kami juga minta anak-anak ini dihukum seberat-beratnya karena korban mengalami sakit yang berat baik fisik maupun psikologis, kasus ini akan kami angkat sampai tuntas, bahkan kasus ini sudah sampai ke Jakarta dan tidak ada kata damai,” pungkasnya.