Suara.com - Meiliana, warga Tanjung Balai, Sumatera Utara harus menelan pil pahit dalam hidupnya. Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan dan memvonis Meiliana menjalani hukuman 18 bulan penjara usai memprotes volume azan.
Aksi protes Meiliana dikategorikan sebagai penistaan agama. Meiliana pun terpaksa menjalani sisa masa tahanan di balik jeruji sel.
Berikut Suara.com merangkum beberapa fakta di balik kasus Meiliana, Senin (8/4/2019):
1. Protes Volume Azan Terlalu Kencang
Baca Juga: Ada 'Muhammad' di Nama Prabowo, BPN: Kami Hargai Kreativitas Relawan
Kejadian bermula pada Juli 2018, Meiliana mendatangi tetangganya yang tinggal di Jalan Karya Lingkungan I Kelurahan Tanjungbalai Kota I, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara.
Kedatangan Meiliana meminta agar sang tetangga memberitahu pengurus masjid agar volume azan bisa dikecilkan karena ia mengeluh sakit telinga mendengarkan suara azan yang keras.
"Kak, tolong bilang sama uak itu, kecilkan suara masjid itu kak, sakit kupingku, ribut," kata Meiliana kepada Kasini alias Kak Uo, tetangganya.
Kak Uo pun menyampaikannya kepada pengurus masjid. Tak lama, pengurus masjid datang ke kediaman Meiliana untuk berunding agar volume azan tidak perlu dikecilkan, namun Meiliana tetap bersikeras meminta volume dikecilkan.
2. Warga Rusak Rumah Meiliana dan Vihara
Baca Juga: Soal Hoaks Server KPU, Polisi: Jangan Dikaitkan ke Pendukung Prabowo Dulu
Aksi protes Meiliana yang meminta volume azan dikecilkan pun menyebar ke seluruh warga sekitar. Puncaknya, mereka berkumpul di depan kantor kelurahan lalu merusak rumah Meiliana dan vihara di kota menggunakan batu.
Dalam kasus perusakan ini ada 8 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan mendapatkan hukuman rata-rata 1 bulan penjara. Sementara, pengurus masjid pun melaporkan Meiliana ke kepolisian agar kasus tersebut bisa diusut tuntas.
3. Kemenag Kaji Aturan Pengeras Suara Masjid
Buntut dari kasus protes volume azan ini, Kementerian Agama pun mengkaji kembali aturan mengenai pengeras suara masjid. Dari hasil kajian, aturan yang ada masih relevan untuk digunakan.
Aturan itu tertuang dalam Dirjen Bimas Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musala. Pascakejadian kasus Meiliana, Kemenag pun kembali membuat imbauan kepada masjid-masjid untuk mengikuti isi aturan itu.
4. Dibela Menag hingga Jokowi dan JK
Kasus Meiliana menjadi sorotan masyarakat luas. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bersedia menjadi saksi ahli meringankan dalam kasus Meiliana. Hal ini dilakukan agar menteri tidak melakukan intervensi terhadap kasus persidangan yang sedang bergulir.
Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo pun ikut angkat bicara. Jokowi menyarankan Meiliana agar mengajukan proses banding atas kasus yang membelitnya.
"Ya itu kan ada proses banding. Saya tidak bisa mengintervensi hal-hal yang berkaitan di wilayah hukum pengadilan," ungkap Jokowi.
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia menilai tidak seharusnya Meiliana dikenakan pidana. "Tentu apabila ada masyarakat yang meminta begitu, ya tidak seharusnya dipidana. Itu kita akan melihat kejadian sebenarnya apa," tutur JK.
5. Vonis Pengadilan dan Tangis Meiliana
Majelis Ulama Indonesia Kota Tanjungbalai memutuskan ucapan yang dilontarkan oleh Meiliana masuk dalam perendahan dan penistaan terhadap agama Islam. MUI juga merekomendasikan pihak kepolisian melanjutkan proses penegakan hukum atas Meiliana.
Meliliana pun menjalani sidang demi sidang di Pengadilan Negeri Medan. Pada 21 Agustus 2018 Meiliana dijatuhkan hukuman 18 bulan penjara, air mata Meiliana pun tak bisa dibendung lagi. Ia menangis di persidangan.
Dalam sidang, ia menjelaskan tidak mengeluhkan suara azan melainkan hanya mempertanyakan mengapa suara azan lebih keras dari biasanya. Namun, menurut majelis hakim hal itu memicu konflik berbau SARA.
Meiliana dan kuasa hukum pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, pada 8 April 2019, Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak kasasi yang diajukan dan menguatkan vonis 18 bulan.