Suara.com - PKS akhirnya menarik iklan kampanye berdurasi 60 detik yang dinilai merendahkan penyandang disabilitas mental.
Ketua DPP PKS Ledia Hanifa mengatakan, partainya melakukan sejumlah revisi terhadap iklan tersebut sehingga tak lagi dikritik.
”Iklan yang 60 detik sudah ditarik tapi ada revisi, ada beberapa hal ucapan-ucapannya sudah dihapus,” kata Leida di Graha Bimasena Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Jumat (5/4/2019).
Ia meluruskan, PKS tidak bermaksud menyudutkan penyandang disabilitas mental dalam iklan kampanyenya.
Baca Juga: Malaysia Open, Dihentikan Ganda China, Ahsan: Mereka Enggak Gampang Mati
Menurutnya, iklan tersebut untuk mengampanyekan progam SIM seumur hidup dan pengurangan pajak kendaraan bermotor, seandainya PKS menang Pemilu 2019.
"Kami sama sekali tak merencanakan merisak orang dengan gangguan jiwa.”
Sebelumnya, 'Stop Iklan Kampanye Pemilu yang Menstigma Disabilitas Mental' muncul dalam petisi online. Petisi itu dibuat melalui laman change.org dan ditujukan untuk Partai Keadilan Sejahtera.
Dalam petisi itu disebutkan, politikus di Indonesia dianggap tidak mengerti penggunaaan istilah disabilitas mental dan hak pilih pemilu dalam membuat iklan kampanye.
Iklan kampanye dan kegiatan politik selama masa kampanye pemilu dianggap masih mendiskriminasi dan menindas orang penyandang disabilitas mental.
Baca Juga: Simeone: Bukan Messi yang Kami Takuti, Tapi Valverde
Petisi online ini diinisiasi oleh Ketua Lingkar Sosial Indonesia, Ken Kerta. Dalam petisi tersebut ditampilkan potongan gambar dari iklan kampanye PKS.
Dalam iklan tersebut, ditampilkan seorang mantan sopir dengan keterbelakangan mental yang disebut sebagai 'orang gila'.
Selain itu, juga ditampilkan berbagai tautan yang merujuk pada video mengenai iklan atau pemberitaan yang menggunakan istilah 'orang gila'.
Tertulis dalam petisi tersebut, iklan kampanye dan pemberitaan itu dianggap melanggar Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2016, tentang ragam disabilitas terdiri dari disabilitas fisik, sensorik, mental dan intelektual.
"Tak satu pasal pun dalam undang-undang ini yang menyebutkan adanya istilah orang gila," ujar Ken Kerta dalam keterangan tertulis, Jumat (5/4/2019).