Suara.com - Kubu Capres dan Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno mengatakan, Presiden sekaligus capres petahana Jokowi tak seindah bayangan masyarakat Indonesia ketika memenangkan Pilpres 2014.
Hal itu diutarakan Juru Bicara BPN Prabowo – Sandiaga, Andre Rosiade, untuk menanggapi artikel media Inggris, The Guaridan, yang menilai Jokowi gagal memenuhi ekspektasi.
Andre mengatakan, artikel The Guardian berjudul Joko Widodo: How 'Indonesia's Obama' failed to live up to the hype, persis menggambarkan perasaan warga selama kepemimpinan Jokowi.
Pasalnya, pada Pilpres 2014, Jokowi diharapkan memberikan perubahan pada semua aspek kehidupan bangsa.
Baca Juga: Target Peserta 7 Juta Orang, Kampanye Akbar Prabowo di GBK Tak Ada Dangdut
"Berarti kan penilaian Guardian sejalan dengan pilihan mayoritas rakyat Indonesia yang kecewa terhadap kinerja Jokowi, bahwa Jokowi tidak sesuai dengan ekspetasi rakyat kok," kata Andre kepada Suara.com, Jumat (5/4/2019).
Andre menerangkan, Prabowo – Sandiaga fokus menyoroti kegagalan Jokowi dalam menggerakkan roda perekomonian Indonesia.
Ia mengklaim, kegagalan tersebut tampak pada sulitnya warga mendapat pekerjaan, sampai harga kebutuhan pokok terbilang tinggi.
"Ternyata Jokowi tidak seindah yang dibayangkan. Wajar dong kalau 2019 kita ganti presiden," kata Andre berpromosi.
Untuk diketahui, The Guardian, media prestisius di Inggris, memuat artikel pada laman daring mereka yang menyebut Jokowi adalah Obama Indonesia, tapi gagal memenuhi ekspektasi.
Baca Juga: Sandiaga: Sri Mulyani Bakal Lebih Cemerlang Kalau Gabung Kami
Kate Lamp—jurnalis The Guardian yang berbasis di Jakarta—menuliskan dalam laporannya, bahwa ketika Jokowi terpilih sebagai presiden dari satu-satunya negara demokrasi yang tersisa di Asia Tenggara, itu adalah momen pembenaran kemenangan. Bukti bahwa rakyat bisa mengalahkan oligarki yang sudah mengakar.
Jokowi menjelma sebagai politikus populer. Kariernya yang cepat beranjak naik mulai dari pengusaha furnitur, menjadi wali kota kecil, gubernur Jakarta yang berpikiran reformis, dan akhirnya presiden, adalah semacam dongeng politik bagi demokrasi Indonesia.
Promosi tentang Jokowi bahkan dilebih-lebihkan karena sangat kontras dengan lawannya, Prabowo Subianto. Mantan jenderal militer yang dituduh melakukan pelanggaran HAM dan mantan menantu diktator Soeharto.
Prabowo melambangkan penjaga otokratis, yang masih bernafsu memperebutkan kekuasaan.
Selang lima tahun, kini Jokowi dan Prabowo akan kembali bersaing untuk menjadi presiden pada pemilihan umum 17 April 2019. Tapi kali ini, suasananya sangat berbeda.
Pemenuhan hak-hak kaum LGBT dan kaum minoritas agama anjlok; serangkaian penangkapan yang mengancam kebebasan berekspresi; pertanyaan tentang netralitas polisi dan rencana penempatan TNI di ruang sipil, membuat pujian bahwa Jokowi sosok demokratis, tergerus.